Rabu, 16 Juni 2010

INTERNALISASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH

INTERNALISASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
Oleh : Aang Taufik

(Guru SMP Negeri 2 Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat)

Abstraksi

Tantangan yang dihadapi dalam Pendidikan Agama, khususnya Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah mata pelajaran adalah bagaimana mengimplementasikan pendidikan agama Islam bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, taqwa dan akhlak mulia. Dengan demikian materi pendidikan agama bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana membentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat dan kehidupannya senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia dimanapun mereka berada, dan dalam posisi apapun mereka bekerja.
Kata Kunci: Internalisasi, Pendidikan Agama Islam

I. Pendahuluan
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang terbaru telah disahkan Presiden pada tanggal 8 Juli 2003 ( Nomor 20 Tahun 2003). Dibanding dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional sebelumnya (Nomor 2 Tahun 1989), Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang baru ini sarat dengan tuntutan yang cukup mendasar karena “harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global”. Salah satu upaya yang segera dilakukan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah “pembaruan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan”.
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasahalan yang kurang menyenangkan. Seperti halnya proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah saat ini masih sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.” Hanya sedikit yang arahnya pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru masih dominan ceramah. Proses internalisasi tidak secara otomatis terjadi ketika nilai-nilai tertentu sudah dipahami oleh siswa. Artinya, metode ceramah yang digunakan guru ketika mengajar Pendidikan Agama Islam berpeluang besar gagalnya proses internalisasi nilai-nilai agama Islam pada diri siswa, hal ini disebabkan siswa kurang termotivasi untuk belajar materi Pendidikan Agama Islam.
Dalam upaya untuk merealisasikan pelaksanaan pendidikan agama Islam, guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang memadai dan teknik-teknik mengajar yang baik agar ia mampu menciptakan suasana pengajaran yang efektif dan efisien atau dapat mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

II. Pembahasan
A. Kurikulum dan Materi PAI Berbasis Sosial Planning
Pendidikan adalah salah satu sarana pengembangan potensi diri manusia untuk memberikan bekal-bekal kehidupan daripadanya. Untuk memenuhi bekal hidup yang relevan dan usefull bagi manusia, proses pendidikan tersebut haruslah mutu dan historis. Dalam arti pendidikan tersebut harus sesuai dengan konteks di mana manusia itu tinggal. Jika tidak maka proses pendidikan tersebut tak akan memberikan manfaat apa-apa baginya. Bahkan malah membuat manusia tersebut bak keledai yang tersesat dalam lingkungannya sendiri. Dia tidak tahu apa yang harus ia perbuat dalam hidup dan lingkungannya. Hal yang terakhir inilah biasanya disebut dengan a-historisitas.
Fenomena di atas bisa kita cross chek langsung pada kenyataan hari ini yang, menurut penulis, kurikulumnya cenderung a-historis. Meskipun pemerintah sudah menganjurkan untuk diberi waktu lumayan banyak untuk kurikulum lokal, namun dalam kenyataannya , kurikulum lokal tersebut lebih cenderung dimasuki atau digunakan untuk mengenalkan potensi-potensi daerah secara umum, lebih jelasnya adalah budaya dominan. Dan hal ini wajib diketahui oleh seluruh siswa. Kita tahu sendiri, bahwa setiap siswa mempunyai bakat, minat dan latar belakang sendiri-sendiri, maka tidak bisa ditinggalkan sebagimana di atas.
Kembali ke pembahasan a-historis, ketika penulis pulang ke rumah penulis pernah dikeluh kesahi oleh orang tua seorang siswa salah satu sekolah bergengsi di Kuningan. Dia mengatakan dengan wajah yang sedih dan heran, katanya" "kenapa ya?, setelah anak saya kuliah kok seakan-akan sudah tidak tahu dengan pekerjaan yang ada di rumah, maksudnya pekerjaan sehari-hari yang nota benenya dia adalah anak seorang petani, seakan-akan sudah tidak tahu, terus kemudian sebenarnya pekerjaan itu kan sumber biaya untuk sekolah dia?". Dari fenomena ini muncul dua kemungkinan, pertama, karena memang anaknya memang bandel, kedua, karena memang pengaruh kurikulum dan sosiologi kampusnya yang a-historis.
Untuk mengecek kemungkinan pertama, penulis sering bersama anak orang tua itu dan sedikit meneliti dan mendapatkan keterangan bahwa anaknya di sekolah tergolong anak yang cerdas dan rajin, bahkan dia kurang memperhatikan kegiatan-kegiatan ekstrasekolah karena memberatkan masalah sekolahnya. Maka keadaan ini sudah bisa mementahkan kalau masalah kepribadian anaknya tersebut sebagai penyebab terjadinya ketercerabutan dia dari lingkungan keluarga dan lingkungannya. Selain itu fenomena ini juga mengerucutkan pada kemungkinan kedua, yaitu masalah kurikulum dan sosiologi sekolah yang a-historis.
Kedua, kurikulum sosiologi sekolah yang a-historis tidak lain adalah kurikulum-kurikulum yang diberikan tidak pernah berkaitan langsung dengan dunia siswa itu sendiri, atau ada kaitannya tetapi tidak disentuhkan langsung pada kenyataannya. Jika seseorang sudah merasa memiliki maka ia akan berusaha sekuat tenaga untuk menjaga, memanfaatkan dan mengembangkannya bukankah hal ini adalah salah satu tujuan diadakannya Pendidikan?
Keberhasilan suatu bangsa dalam membangun Pendidikan juga menjadi barometer tingkat kemajuan bangsa bersangkutran, sedang umat Islam adalah bagian tersebar dari bangsa Indonesia. Masalah dan system pendidikan menjadi kian penting dan strategis karena dapat dijadikan fundamen sosial guna mendorong proses transformasi masyarakat. Karenanya pendidikan berkaitan langsung dengan isu-isu krusial seperti kemiskinan, kesejahteraan, kesehatan, kohesi sosial, dan demokrasi. Pendidikan Islam pada masa kini harus lebih kontekstual dan membumi, tidak diarahkan pada nilai-nilai moral atau etika secara semu apalagi indoktrin ioriented. Tidak berkutat pada penghapalan teori dan rumus-rumus saja, tetapi harus diarahkan untuk melatih kemampuan berfikir dalam merespon setiap perubahan dan poerkembangan yang muncul serta mengambil alternative pada persoalan-persoalan tersebut.
Dalam pendidikan, kurikulum merupakan sebuah proses pembelajaran yang baik dan terencana memiliki target dan tujuan. Perubahan kurikulum dari kurikulum berbasis isi ke kurikulum berbasis konpetensi yang sekarang dikenal dengan KTSP atau kurikulum 2006 megakibatkan perubahan paradigma pada proses pembelajaran. Dari apa yang diajarkan (isi) pada apa yang harus dikuasai peserta didik yaitu kompetensi. Kaitannya kurikulum berbasis kompetensi ini dengan PAI ada hal yang lebih pokok yang memang diharapkan dan bukan hanya dalam target tujuan PAI tapi juga sebagai pendidikan yang lahir dari agama Islam diharapkan dapat berkompetensi jasmani dan rohani, artinya berkompetensi dalam hal sikap, skill, pengetahuan secara afektif, kognitif, psikomotorik sesuai dengan ajaran agama Islam dalam aspek jasmani.

B. Penilaian Afektif Pendidikan Agama Islam
1. Hakikat Pembelajaran Afektif
Hasil belajar menurut Andersen bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan.
Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.

2. Tingkatan Ranah Afektif
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization.
a. Tingkat receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
b. Tingkat responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
c. Tingkat valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
d. Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
e. Tingkat characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

3. Karakteristik Ranah Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif. Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1. Sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
a. Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
b. Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
c. Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
d. Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
e. Mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
f. Acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
g. Mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
h. Bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
i. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.
a. Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
b. Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
c. Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
d. Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
e. Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
f. Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
1) Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
2) Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
3) Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
4) Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
5) Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
6) Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
7) Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
8) Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
9) Peserta didik mampu menilai dirinya.
10) Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
11) Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4. Nilai
Nilai menurut Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
a. Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
b. Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
c. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
d. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

4. Pendidikan Agama Islam yang mencerahkan dan mencerdaskan
a. Gambaran perilaku peserta didik saat ini.
Tingginya frekuensi perkelahian sesama pelajar di kota-kota besar, kurangnya rasa hormat sang anak atau murid kepada guru, bahkan ada yang memukul guru kalau ia tidak naik kelas, akrabnya sebagian anak muda dengan obat-obat perangsang dan terlarang seperti narkotika, ekstasi adanya pergaulan bebas dan minum-minuman keras, sering diangkat oleh sebagian anggota masyarakat dan orang tua sebagai indikasi ketidakberhasilan pendidikan agama di sekolah dan perguruan tinggi.
Sejalan dengan fenomena di muka, sekalipun tampak dan dirasakan sederhana, memperbincangkan tentang perlunya pendekatan pengajaran yang mencerdaskan dan sekaligus mencerahkan sebagaimana kita lakukan saat ini, adalah memang strategis dan seharusnya selalu dilakukan. Agama Islam, sebagai agama samawi, memiliki ajaran yang sangat fundamental, yaitu iman, Islam dan ihsan. Ihsan adalah ajaran yang mengharuskan kita selalu memilih alternatif yang terbaik. Ajaran ini tentu saja juga harus terejawantahkan dalam hal kita menunaikan amanah pendidikan. Mendidik dan mengajar adalah tugas kemanusiaan, yang tidak saja berkonsekuensi bagi kehidupan saat ini, melainkan juga kehidupan masa yang akan datang dan selalu menyangkut banyak orang
b. Berpikir Positif dan Lebih Produktif
Tatkala dihadapkan oleh kenyataan tentang sisi kurang membanggakannya lulusan sekolah, biasanya orang lebih suka membela diri dengan alasan-alasan yang dipandang mampu menyelamatkan diri. Jika peserta didik masih banyak yang melakukan tindakan-tindakan tak bermoral, maka kemudian berdalih bahwa kewajiban membina peserta didik bukan hanya kewajiban guru di sekolah melainkan orang tua dan masyarakat juga. Alasan-alasan lain semacam itu masih cukup banyak, semuanya bersifat subyektif dan pembelaan diri.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, di tengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia yang semakin berat seperti saat ini, perlu dilakukan reorientasi secara menyeluruh penyelenggaraan pendidikan di sekolah agar kualitas hasil lulusannya meningkat.
c. Komponen Pelaksanaan PAI yang Mencerahkan dan Mencerdaskan.
Kelompok komponen-komponen pelaksanaan pendidikan, mencakup materi pendidikan, sistem penjenjangan, sistem penyampaian, proses pelaksanaan, dan pemanfaatan lingkungan.
1) Materi pendidikan
Dalam rangka memilih materi pendidikan, Hilda Taba mengemukakan beberapa kriteria diantaranya: (1) harus valid dan signifikan, (2) harus berpegang pada realitas sosial, (3) kedalam dan keluasannya harus seimbang, (4) menjangkau tujuan yang luas, (5) dapat dipelajari dan disesuaikan dengan pengalaman siswa, dan (6) harus dapat memenuhi kebutuhan dan menarik minat peserta didik (Ghofir, 1993: 37-38).
Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah al-Qur’an dipandang sebagai landasan pendidikan Islam yang prinsipnya hendak menyatukan mata pelajaran yang bermacam-macam. Tidak ada klasifikasi mata pelajaran umum dan agama, di mana semua materi termasuk ilmu alam harus diajarkan menurut pandangan Islam. Untuk mencapai materi pendidikan seperti yang diinginkan ini, paling tidak yang perlu diperhatikan dalam rangka pengembangannya adalah jenis materi, ruang lingkup materi, klasifikasi materi, konsekuensi materi, serta sumber acuannya.
2) Sistem Penyampaian
Bagi Ahmad Tafsir, pengetahuan tentang metode mengajar yang terpenting adalah pengetahuan tentang cara menyusun urutan kegiatan belajar mengajar dalam rangka pencapaian tujuan.
3) Proses belajar mengajar (pelaksanaan)
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan belajar mengajar antara lain adalah pola atau pendekatan belajar-mengajar yang digunakan, intensitas dan frekuensinya, model interaksi pendidik-peserta didik , dan atau antar peserta didik di dalam dan di luar kegiatan belajar mengajar, serta pengelolaan kelas, serta penciptaan suasana betah di sekolah.
4) Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
Pemanfaatan lingkungan masyarakat sebagai sumber belajar bisa dilakukan dengan cara: melakukan kerja sama dengan orang tua murid, membawa sumber dari luar ke dalam kelas, membawa siswa ke masyarakat, dan sebagainya.

ANALISIS KRITIS KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

ANALISIS KRITIS KEBIJAKAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
Oleh: Aang Taufik
A. Pendahuluan
Standarisasi dan profesionalisme pendidikan yang sedang dilakukan dewasa ini menuntut pemahaman berbagai pihak terhadap perubahan yang terjadi dalam berbagai komponen sistem pendidikan. Kebijakan pendidikan yang semula dilakukan secara sentralisasi telah berubah menjadi desentralisasi. Ini berarti kewenangan penyelenggaraan pendidikan. Khususnya pendidikan dasar dan menengah berada di pundak Pemerintah Kota dan Kabupaten sehingga penyelenggaraan pendidikan akan diwarnai oleh kebijakan dan political will Pemerintah daerah, yang dituangkan dalam peraturan daerah (perda). Agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi kesimpangsiuran dalam menafsirkan kewenangan yang diberikan, dituntut pemahaman semua pihak terhadap berbagai kebijakan yang digulirkan, baik dalam level makro, meso, maupun mikro.
Desentralisasi pendidikan digulirkan sejalan dengan kebijakan makro pemerintah, yakni otonomi daerah sehingga pusat-pusat kekuasaan dilimpahkan kewenangnnya kepada daerah Kota dan Kabupaten. Bahkan dalam pendidikan, kewenangan ini menerobos batas-batas Kota dan Kabupaten sehingga menembus satuan pendidikan dan sekolah dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Misalnya: perubahan kurikulum dalam era otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan tidak lagi menjadi tugas orang-orang pusat, tetapi merupakan pekerjaan setiap satuan pendidikan dan sekolah secara langsung, termasuk dalam implementasinya. Oleh karena itu, dalam era desentralisasi pendidikan ini, akan terjadi berbagai variasi dan jenis kurikulum pada setiap satuan pendidikan di setiap sekolah, karena masing-masing mengembangkan kurikulum yang satu sama lain boleh jadi berbeda. Meskipun demikian, perbedaan ini tetap berpedoman pada Standar Nasional Pendidikan (SNP/PP No. 19 Tahun 2005) sehingga kemasan kurikulum yang berbeda-beda ini pada akhirnya akan bermuara pada visi, misi dan tujuan yang sama yang diikat oleh SNP.
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai pengikat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan oleh setiap sekolah dan satuan pendidikan di berbagai wilayah dan daerah. Dengan demikian implementasi KTSP di setiap sekolah dan satuan pendidikan akan memiliki warna yang berbeda satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan wilayah dan daerah masing-masing, sesuai dengan karakteristik masing-masing sekolah dan satuan pendidikan, serta sesuai pula dengan kondisi, karakteristik, dan kemampuan peserta didik. Namun demikian, semua KTSP yang dikembangkan oleh masing-masing sekolah dan daerah itu, akan memiliki warna yang sama, yakni warna yang digariskan oleh Standar Nasional Pendidikan (SNP). Hal ini sejalan dengan Falsafah Bhineka Tunggal Ika sehingga pendidikan yang diimplementasikan secara beragam tetap dapat dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa, untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam konteks itu, Peraturan Mendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan (dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan/SKL) menginisiasi pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di setiap wilayah. Alih-alih mereformasi KTSP, sekadar kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di mana pedoman dan alat ukur keberhasilannya tetap sentralistik.
Berarti secara substansial nuansa reformasi kurikulum harus mampu memaknai otonomi pendidikan yang sebenarnya. Reformasi pendidikan setengah hati akan membingungkan para pelaku pendidikan yang sebenarnya. Persoalan yang sering kita temui di lapangan jangankan menyusun kurikulum, menjalankan kurikulum yang sudah adapun sulitnya masih sulit Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya kongkrit untuk mengiringi suksesnya penyempurnaan kurikulum ini.

B. Pembahasan
1. Konsep Dasar KTSP
Menurut Nasution sebagaimana dikutif oleh E. Mulyasa , kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan itu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Sejatinya, KTSP merupakan kurikulum yang merefleksi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang merujuk kepada konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Bloom, yang pada gilirannya dapat meningkatkan potensi peserta didik secara optimal. Oleh karenanya, kurikulum yang disusun dapat menumbuhkan proses pembelajaran di sekolah berorientasi pada penguasaan kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan secara integratif. Prisip pengembangannya adalah mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan (berisi prinsip-prinsip pokok, bersifat fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman) dan pengembangannya melalui proses akreditasi yang memungkinkan mata pelajaran dapat dimodifikasi sesui dengan tuntutan yang berkembang. Dengan demikian, kurikulum ini merupakan pengembangan dari pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat, untuk melakukan suatu keterampilan atau tugas dalam bentuk kemahiran dan rasa jawab. Lebih jauh lagi, kurikulum ini merupakan suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan sejumlah kompetensi tertentu, sehingga setelah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu siswa diharapkan mampu menguasai serangkaian kompet ensi dan menerapkannya dalam kehidupan kel;ak.
Merujuk pada BNSP dalam mengembangkan KTSP berlandasan kepada aspek akademis atau filosofis KTSP adalah sebagai berikut: Jhon Dewey: Peran pendidikan adalah mengajar siswa cara menjalin hubungan antara sejumlah pengalaman - pengalaman baru melalui pengalaman lama menjadi pengetahuan. Vygotsky: pengalaman di luar kelas dibawa ke dalam kelas dan pengalaman belajar siswa sangat penting. Ausubel: Informasi diorganisasikan dalam pikiran dan dalam struktur kognitif yang berhubungan dengan standar kompetensi, bila siswa diberi informasi baru, informasi tersebut akan masuk kedalam susunan kognitif dan melekat pada informasi baru tersebut mempunyai makna bagi siswa, dan struktur kognitif yang ada bertindak sebagai acvanced organizer.
2. Apa itu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ?
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus (BSNP, 2006). Ini artinya kewenangan sekolah dan guru sangat menentukan keberhasilan tujuan pendidikan di tingkat sekolah masing-masing. Dengan kata lain, guru mempunyai tugas antara lain: (1) menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat, (2) memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan tahap perkembangan anak, (3) memilih metode dan media mengajar yang bervariasi, (4) serta menyusun program dan alat evaluasi yang tepat. Suatu kurikulum yang tersusun sistematis dan rinci akan sangat memudahkan guru dalam implementasinya.
3. Dasar Kebijakan dan Karakteristik KTSP
Berkaitan dengan kurikulum baru untuk menggantikan kurikulum 1994 dan merevisi kurikulum 2004 (KBK) pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006 tersebut di atas.
Pengembangan dan penetapan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah memperhatikan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Pasal 1 ayat 3 Permen Diknas Nomor 24 Tahun 2006. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh BSNP (Pasal 1 ayat 4 Permen Diknas Nomor 24 Tahun 2006). Kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah (Pasal 1 ayat 5 Permen Diknas Nomor 24 Tahun 2006).
Satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum melaksanakan uji coba kurikulum 2004, melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah secara bertahap dalam jangka waktu paling lama tiga tahun, dengan berbagai tahapan.
KTSP menekankan pada kemampuan yang harus dicapai, dan dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kemampuan lulusan yang harus dinyatakan dengan standar kompetensi, yaitu kemampuan minimal apa yang harus dicapai lulusan. Standar kompetensi lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat regional maupun global, karena persaingan sumber daya manusia. Karateristik kurikulum ini adalah: (1) hasil belajar dinyatakan dengan kemampuan atau kompetensi yang dapat didemonstrasikan atau ditampilkan; (2) semua peserta didik harus mencapai ketuntasan belajar, yaitu menguasai semua kompetensi dasar; (3) kecepatan belajar peserta didik tidak sama; (4) penilaian menggunakan acuan kriteria; (5) ada program remedial, pengayaan, dan percepatan; (6) tenaga pengajar atau atau pendidik merancang pengalaman belajar peserta didik; (7) tenaga pengajar sebagai fasilitator; (8) pembelajaran mencakup aspek afektif yang terintegrasi dalam semua bidang studi.
Sebagai sebuah konsep, sekaligus sebagai sebuah program, KTSP memiliki karateristik sebagai berikut:
a. KTSP menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Individual maupun Klasikal. Dalam KTSP peserta didik dibentuk untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang terampil dan mandiri.
b. KTSP berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainya yang memenuhi unsure edukatif.
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual haruslah ditandai dengan (1) proses mengobservasi sesuatu; (2) membuat pertanyaan, menghubungkan sesuatu yang ditanyakan dan ingin dipahami dengan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya; (3) menempuh kegiatan untuk mendapatkan jawaban pertanyaan melalui pembahasan dengan orang lain; (4) membahas hasil pemahaman melalui pembahasan dengan orang lain; dan (5) memikirkan kegiatan yang telah dilakukan dan pemahaman yang diperoleh, menanggapi, membuat kesimpulan , menurut Budiyanto sebagaimana dikutif oleh Masnur Muslich.
Standar kompetensi yang diharapkan dicapai peserta didik mencakup aspek berpikir, keterampilan, dan kepribadian. Tujuan utama dari standar kompetensi adalah untuk memberi arah kepada pendidik tentang kemampuan dan keterampilan yang menjadi fokus proses pembelajaran dan penilaian. Jadi, standar kompetensi adalah batas dan arah kemempuan yang harus dimiliki dan dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran suatu pelajaran tertentu.
4. KTSP Sebagai Pengejawantahan Aspirasi Pendidikan Bangsa
Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia adalah mencerdasakan kehidupan bangsa. Tujuan ini, walaupun dirumuskan secara sangat ringkas, mengandung makna yang dalam dan membawa konsekuensi yang sangat luas dan kompleks di dalam perjalanan kehidupan bangsa. Kehidupan bangsa yang cerdas merupakan titik awal dari pembangunan masyarakat bangsa yang demokrasi, bersatu, adil dan makmur. Dengan penalaran yang sederhana tidak sulit dipahami bahwa hanya dengan kecerdasan yang memadai kehidupan demokrasi suatu bangsa dapat dibangun, dan dengan demokrasi itulah kemakmuran dan keadilan dapat diperjuangkan. Dalam kaitan dengan hal ini, Mangunwijaya menyatakan bahwa: ”Demokrasi hanya dapat datang dari bangsa yang berkebiasaan berfikir rasional, yang emosiemosinya yang wajar lazimnya dikendalikan oleh otak. Suatu nation demokratis adalah nation dari bangsa yang cerdas.” Dengan formulasi berbeda, Urbaningrum menyatakan bahwa hanya dengan kecerdasanlah sendisendi kehidupan demokratik suatu bangsa dapat ditegakkan. Dengan kecerdasannya suatu bangsa dapat mengembangkan kultur dan disiplin yang tinggi serta kesadaran saling menghargai dan tahu akan hak dan kewajiban masing-masing. Tanpa kecerdasan kolektif yang memadai citacita akan kehidupan demokrasi suatu bangsa hanyalah utopia belaka.
Mempelajari dan mempraktikkan demokrasi dengan baik adalah suatu keharusan, keduanya adalah suatu kesatuan tak terpisahkan, karena hanya dengan belajar berdemokrasi dengan baik seseorang akan dapat mempraktikkannya dengan baik pula dalam kehidupan yang sebenarnya. Implementasi KTSP dapat dipandang sebagai realisasi pembelajaran demokrasi di dalam komunitas dan lingkungan sekolah karena dengan KTSP komunitas sekolah mendapat kesempatan luas untuk mengaktualisasikan citacita bersama melalui pengembangan visi, isi, dan strategi pembelajaran. Selanjutnya Mangunwijaya menyatakan:
Didalam konteks kehidupan berbangsa, dua komponen kurikulum yang ditawarkan KTSP adalah representasi substansi dan metodologi untuk mencapai citacita mencerdaskan kehidupan bangsa. Struktur formal KTSP yang disajikan dalam bentuk silabus mengandung aspek-aspek ini, yaitu materi ajar atau pengalaman belajar, dan strategi pembelajaran. Terkait dengan materi ajar atau pengalaman belajar, kepada sekolah diberikan ruang yang luas untuk mengisi dna mengembangkannya. Tidak terbatas pada hal-hal yang terkait dengan kepentingan nasional saja, tetapi juga yang terkait dengan nilainilai budaya, potensi, dan kepentingan daerah. Perhatian terhadap hal ini di dalam pedoman penyusunan KTSP diturunkan sampai pada tingkatan otorita yang paling bawah—yaitu sekolah—dengan asumsi dasar bahwa sekolah adalah institusi terdepan yang paling memahami kepentingan masyarakat dan daerah di mana sekolah tersebut berada. Dengan diimplementasikannya KTSP di sekolah-sekolah, aspirasi pendidikan bangsa dari yang paling inklusif pada tataran nasional sampai yang paling spesifik pada tataran lokal dan institusional serta kepentingan perkembangan anak, dapat diakomodasikan.
Sesuai dengan pasal 36 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sekolah akan sangat berperan dalam pengembangan dan implementasi KTSP, termasuk pengembangan perangkat pembelajaran yang lebih rendah tingkatannya seperti silabus dan rencana program pembelajaran (RPP). Beberapa pedoman pengembangan yang dibutuhkan sudah tersedia, seperti yang dipaparkan di dalam tiga ayat di bawah ini.
Ayat (1), Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Ayat (2), Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Ayat (3), Kurikulum disusun sesuai jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan hal-hal berikut: (a) peningkatan iman dan taqwa, (b) peningkatan akhlak mulia, (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan, (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional, (f) tuntutan dunia kerja, (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (h) agama, (i) dinamika perkembangan global, dan (j) persatuan nasional dan nilainilai kebangsaan
Dari butir-butir pedoman penyusunan KTSP di atas dapat dinyatakan bahwa KTSP berusaha untuk mengakomodasikan secara proporsional kepentingan nasional, daerah, sekolah, dan peserta didik. Ini berbeda sekali dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang biasanya ’diturunkan’ secara utuh dari Depdiknas di Jakarta untuk diikuti dan diimplementasikan secara utuh tanpa perubahan. Sudah barang tentu, dengan kapasitasnya untuk mengakomodasikan kepentingan daerah dan peserta didik, KTSP adalah kurikulum yang lebih baik. Di dalam era desentralisasi dan otonomi sekarang ini, aspirasi pendidikan bangsa haruslah menyediakan tempat bagi kepentingan daerah, dan kepentingan peserta didik.
5. KTSP Sebagai Tantangan Bagi Sekolah
Apakah ada perbedaan antara sekolah yang mengiplementasikan KTSP dan yang tidak? Tentu saja ada. Dengan mengadopsi dan mengimplementasikan KTSP, secara implisit sekolah menyatakan dengan sadar bahwa sekolah yang bersangkutan commit terhadap berbagai pembaharuan dan perubahan terhadap tatanan, aturan dan kebiasaan yang selama ini diikuti. Hal terpenting di antara perubahan yang harus diikuti sekolah adalah menerima Standar Nasional Pendidikan sebagai acuan pengelolaan dan pengembangan sekolah, terutama untuk standar-standar yang dapat diupayakan sendiri pencapaiannya oleh sekolah. Hal ini membawa konsekuensi yang tidak ringan, karena sekolah harus melakukan perubahan-perubahan besar.
Standar kompetensi lulusan, standar proses pendidikan, standar isi, standar penilaian pendidikan dan standar pengelolaan adalah standar-standar yang pencapaiannya dapat dan seharusnya diupayakan sendiri oleh sekolah. Untuk pencapaian standar-standar ini sekolah harus mengerahkan segala potensinya agar paling tidak dapat memenuhi standar minimal yang ditetapkan, yaitu standar nasional. Sekolah-sekolah dengan potensi di atas standar nasional dapat menetapkan standar yang lebih tinggi. Acuan standar minimal yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
a. Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan dasar bertujuan untuk meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Kompetensi mata pelajaran adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan/atau semester untuk mata pelajaran tertentu.
b. Standar Isi
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi sebagai acuan dalam pengembangan KTSP.
c. Standar Proses Pendidikan
Berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Proses pembelajaran interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
d. Standar Pengelolaan Pendidikan
Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan pemerintah adalah (1) menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas dan (2) menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian.
6. KTSP Sebagai Tantangan Bagi Peserta Dididk
Suasana belajar dengan KTSP berbeda jauh dibandingkan suasana belajar dengan kurikulum terdahulu. Standar kompetensi lulusan yang merupakan acuan kualifikasi minimal yang diharapkan bisa dicapai lulusan adalah tantangan yang harus dijawab oleh siswa. Secara formal standar kompetensi lulusan merupakan acuan untuk meletakkan dasar dan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Penulis lain mendefinisikan kompetensi sebagai kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik.
Kepemilikan kemampuan atau kompetensi di atas adalah hasil dari kegiatan belajar. Tanpa usaha yang memadai, dalam bentuk kemauan dan usaha, sukar diharapkan bahwa siswa akan memperoleh kemampuan-kemampuan tersebut. Inilah tantangan yang harus dihadapi peserta didik. Untuk menjawab tantangan ini bukanlah hal yang mudah. Apalagi bila diingat bahwa standar kompetensi lulusan (SKL) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.
Salah satu faktor yang dapat membantu meningkatkan keefektifan belajar siswa adalah pengetahuan akan arah dan tujuan pembelajaran (Renner, 1982) sebagaimana dikutif Wibowo. Dengan bahasa KBK, pengetahuan akan kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai sebagai hasil proses belajar akan memberikan ancangan yang lebih baik untuk memulai kegiatan belajar. Pengetahuan akan standar kompetensi yang harus dicapai akan menggugah kesadaran siswa bahwa dia harus bekerja keras dan dengan aktif berusaha mencapai kompetensi tersebut. Apalagi jika diingat bahwa kompetensi yang dicanangkan di dalam Standar Nasional Pendidikan mencakup ketiga ranah hasil belajar yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomorik. Rumusan kompetensi lulusan yang tepat, sederhana dan jelas akan membantu siswa untuk mempersiapkan diri dan memaksimalkan kinerjanya dalam usahanya untuk mencapai kompetensi tersebut. Oleh karena itu di dalam ikilm KBK dan KTSP perumusan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) sampai indikatornya dituntut untuk dirumuskan secara jelas dan selanjutnya dikomunikasikan kepada siswa. Hal ini sejalan dengan pandangan Rosyada bahwa, ” arah reformasi pendidikan pada abad 21 ini adalah demokratisasi dalam pengembangan dan pengelolaan pendidikan, didukung oleh komunitasnya sebagai kontributor penyelenggaraan pendidikan tersebut.”
7. Sinergi Siswa, Guru, Dan Sekolah Meningkatkan Keefektifan KTSP
Untuk memaksimalkan KTSP dan mengoptimalkan kemanfaatannya bagi peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa, harus dikembangkan sinergi yang harmonis antara siswa, guru dan sekolah. Siswa sebagai figur utama kegiatan belajar adalah pihak pertama yang harus mampu menjalankan perannya dengan benar: aktif, kreatif, dan efektif. Untuk itu siswa perlu memahami benar—atau diberikan pemahaman yang benar—tentang hakikat belajar. Hakikat belajar dalam paradigma konstruktivisme berintikan kegiatan mencari, menemukan, menganalisis dan mengembangkan makna atau pemahaman atas fenomena yang teramati, dan sama sekali bukan kegiatan mengumpulkan informasi semata untuk kemudian diartikulasikan kembali. Oleh karena itu, kegiatan belajar tidak akan terjadi jika siswa hanya menunggu sajian-sajian informasi matang yang hanya siap untuk dijadikan koleksi.
Sebagai tanda bahwa guru telah menjalankan kewajibannya membantu siswa dalam usahanya mencapai kompetensi yang diharapkan, dalam konteks KTSP, guru diharapkan melaksanakan tugas-tugas berikut: (1) Menyiapkan perangkat pembelajaran yang diperlukan, yaitu silabus, RPP, dan dokumen-dokumen lain yang relevan seperti program tahunan (prota) dan program semester (promes). (2) Mengidentifikasi materi dan pengalaman belajar yang diperlukan. (3) Merancang setting pembelajaran yang efektif. (4) Menyiapkan alat bantu belajar yang diperlukan (5) Membimbing dan membantu siswa dalam belajar. (6) Melakukan evaluasi keberhasilan belajar siswa dengan cara yang tepat. (7) Melaporkan keberhasilan belajar siswa kepada pihak-pihak yang terkait dan memberikan saran untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada.

C. Analisis Kritis Kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Untuk menghindari dampak negatif yang kemungkinan terjadi seperti diuraikan di atas, perlu disosialisasikan secara luas dan benar esensi KTSP dan potensi dampak positif yang akan dihasilkannya di dalam praktik pendidikan di lapangan. Sikap kritis terhadap ide pembaharuan pendidikan memang perlu dikembangkan, tetapi harus disertai dengan sikap keterbukaan (open mindedness) dan keobjektifan di dalam menilai ide pembaruan tersebut. Agar kesetimbangan penyikapan ini dapat terjadi diperlukan penajaman yang cukup komprehensif, dengan mengedepankan sisi-sisi positif secara berimbang dengan potensi resiko (hazards) yang dapat ditimbulkannya—terutama bila ide pembaharuan tersebut tidak dipahami secara benar.
Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan Pemerintah tentang KTSP tersebut.
1. Secara substansial nuansa reformasi kurikulum tidak mampu memaknai otonomi pendidikan yang sebenarnya. Reformasi setengah hati ini malah membingungkan pemangku kepentingan pendidikan, jangankan menyusun kurikulum, menjalankan kurikulum yang sudah adapun sulitnya setengah mati. Oleh karena itu, tepatlah orang melabeli KTSP sebagai kurikulum tidak siap pakai.
2. Buaian sentralistik pendidikan yang selama ini terjadi telah menjadi virus yang mengerdilkan ide dan kreativitas satuan pendidikan dalam memberdayakan potensi dirinya. Penyakit akut ini telah coba diatasi dengan berbagai upaya oleh pemerintah. Misalnya, saat pemerintah pusat tercengang dengan minimnya pergulatan kreativitas sekolah, dikumandangkanlah paradigma otonomi pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah. Kenyataannya, institusi prasyarat manajemen berbasis sekolah seperti dewan pendidikan dan komite sekolah hanya hiasan struktur organisasi. Bukan sebagai alat vital organisasi. Mereka tak berdaya karena ketidaktahuan dan kebiasaan ketergantungan. Untungnya, dampak dari kurang optimalnya program ini tidak memiliki sosial efek yang luas. Maklumlah, di Indonesia sistem manajemen pendidikan tak sefundamental kurikulum dan ujian. Lain halnya kebijakan try and error yang menyangkut kurikulum. Akan sangat berbahaya jika penerapan KTSP berbanding terbalik dengan kemampuan satuan pendidikan dalam menyusun dan melaksanakan kurikulum produk sendiri.
3. Sudah rahasia umum, pendidikan keguruan di negeri ini tidak pernah menyiapkan guru dan sekolah menjadi pengembang kurikulum. Sementara dalam KTSP guru harus mampu menafsirkan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi indikator dan materi pembelajaran, sekaligus menentukan sendiri metodologi didaktisnya agar tercipta harmoni pembelajaran yang efektif dan efisien. Paradoks KTSP dan kesiapan guru bisa menjadi musibah nasional pendidikan. Musibah intelektual ini sulit di-recovery dan butuh waktu relatif lama, apalagi jika dikaitkan dengan konteks global jelas terjadi ironi. Globalisasi memaksa terjadinya variasi dan dinamika sumber pengetahuan. Dulu guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Sejalan dengan globalisasi, guru bukan satu-satunya lagi sumber pengetahuan. Siswa memiliki peluang mengakses informasi dari berbagai sumber, dikenallah istilah on-line learning.
4. KTSP menghadapi tantangan besar terkait keterpaduan informasi lokal, nasional, dan internasional. Kemampuan memadukan ini hanya bisa dilakukan oleh sumber daya yang memang disiapkan jauh-jauh hari, bukan oleh guru yang disiapkan secara instan melalui berbagai program pendampingan pengembangan kurikulum. Lebih berbahaya lagi jika sekolah akhirnya menjiplak panduan yang ditawarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Tujuan mulia KTSP pada akhirnya hanya akan melahirkan sekolah-sekolah ’kurung batok’, instan, dan kerdil kreativitas.
5. Reformasi UN
Pertanyaan tentang adanya kontradiksi antara KTSP dan ujian nasional (UN) menunjukkan bahwa KTSP digarap secara kurang integral. KTSP sangat berorientasi pada sekolah, berbeda dengan UN yang sentralistik. KTSP hanya memuat dua kolom, yakni kolom standar kompetensi dan kompetensi dasar. Berbeda dengan Kurikulum 1994 atau Kurikulum 2004 yang masih memuat materi pokok yang akan diajarkan guru. Konsekuensinya, materi pokok yang dikembangkan sekolah sangat beragam. Perbedaan materi mungkin terjadi antarsekolah yang berada dalam satu desa, baik muatan maupun kedalaman materinya. Di sisi lain, butir soal UN mengukur muatan tertentu dan kedalaman materi yang sama di seluruh Indonesia. Menyusun soal UN yang merangkum berbagai perbedaan muatan dan kedalaman materi sehingga menjadi paket tes yang reliable, valid, dan adil sangat sulit. Oleh sebab itu, perlu mereformasi berbagai kebijakan pelaksanaan UN yang sejalan dengan KTSP.
Setelah sekolah memberlakukan KTSP, mereka berhak menilai keberhasilan pelaksanaannya; apakah standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut sudah dicapai oleh peserta didiknya. Model penilaian ini salah satunya melalui ujian sekolah. Hasil ujian sekolah menjadi alat bagi sekolah untuk meluluskan peserta didiknya, baik naik kelas maupun lulus satuan pendidikan. Oleh karena itu, UN sebaiknya berfungsi untuk sertifikasi dan melanjutkan ke jenjang berikutnya. UN bersifat terbuka, artinya tidak diwajibkan kepada semua siswa. Hanya siswa yang ingin melanjutkan saja yang wajib mengikuti UN; dan UN diselenggarakan lebih dari satu kali setiap tahun. Dengan kata lain, UN hanya melihat sejauh mana ketercapaian standar kompetensi lulusan untuk pemetaan mutu pendidikan. Pemetaan sekolah ini menjadi masukan bagi pemerintah dalam merumuskan berbagai kebijakan terapi pendidikan. Untuk menjamin obyektivitas dan validitas data, sebaiknya UN diselenggarakan oleh lembaga pengujian pendidikan. Lembaga ini bersifat mandiri, independen, profesional, dan inheren atau di luar pemerintah. Lembaga ini juga memiliki examination authority dari mulai menyusun soal, menjadwal tes, menggandakan dan mendistribusikan naskah soal, mengawas tes, menskor hasil, sampai mengumumkan hasil. Implementasi KTSP dengan benar dan reformasi UN mutlak diperlukan sebagai upaya memperbaiki mutu pendidikan. Semoga!

D. Kesimpulan dan Saran
Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan upaya Pemerintah untuk memperbaiki kualitas Pendidikan Indonesia agar mempunyai daya saing dengan negara maju di era global, salah satunya menerapkan Standar Nasional Pendidikan dan Badan Nasional Standar Pendidikan sebagai acuan dasar pelaksanaan Pendidikan di Indonesia.
Dalam perjalananya, Kebijakan KTSP mulai terlihat beberapa kelemahan, baik secara konseptual, muatan kurikulum maupun sistem pembelajaran. Langkah perbaikan Ibarat pepetah tiada rotan akarpun berguna, maka Pemerintah sebaiknya melakukan pelbagai langkah perbaikan konsep dengan melibatkan pelbagai unsur/Stakholders pendidikan dan melakukan studi/penelitian lebih mendalam sebelum kebijakan tersebut bergulir.

DAPTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2006).

Buchori, M, Peranan Pendidikan dalam Pembentukan Budaya Politik di Indonesia. dalam Sindhunata Ed. Menggagas Paradima Baru Pendidikan. (Jakarta: Kanisius, 2000).

E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah), (Jakarta: Bumi Akasara, 2008).

E. Mulyasa,i Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sebuah Panduan Praktis), (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2008).

http/www.satridarma.wordpress.com, diakses tanggal 18 Maret 2009

Hanafie, Imam, Plus Minis KTSP, Banjarmasin: mahaniv@yahoo.com, 2007.

Mangunwijaya, Y.B, Menuju Republik Indonesia Serikat, (Jakarta: Gramedia Osborne, R. & Wittrock, M, 1985).

Urbaningrum, A, Islamologi Demokrasi (Pemikiran Nurcholis Madjid), (Jakarta: Replibika, 2004).

Husaini , Usman, Manajemen Teori, Praktek dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).

Muslich ,Masnur, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).

Rosyada, D, Paradigma Pendidikan Demokratis. (Jakarta: Prenada Media , 2004).
Wibowo, M.E, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, (Jakarta: Ditjen Dikti, 2006).

APLIKASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

APLIKASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Oleh: Aang Taufiq

Pendahuluan
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang terbaru telah disahkan Presiden pada tanggal 8 Juli 2003 ( Nomor 20 Tahun 2003). Dibanding dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional sebelumnya (Nomor 2 Tahun 1989), Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang baru ini sarat dengan tuntutan yang cukup mendasar karena “ harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan local, nasional, dan global”. Salah satu upaya yang segera dilakukan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah “pembaruan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan”.
Pada sisi lain, upaya pembaruan pendidikan ini juga berkiblat pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu sebagai berikut, pertama, meningkatkan pemerataan dan perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang bersamaan dengan peningkatan mutu. Kedua, mengembangkan wawasan persaingan dan keunggulan bangsa Indonesia sehingga dapat bersaing secara global. Ketiga, memperkuat keterkaitan pendidikan aagar sepadan dengan kebutuhan pembangunan. Keempat, mendorong terciptanya masyarakat belajar, Kelima, merupakan sarana untuk menyiapkan generasi masa kini dan sekaligus masa depan. Keenam, merupakan sarana untuk memerkuat jati diri dalam proses industriliasasi dan mendorong terjadinya perubahan masyarakat Indonesia dalam memasuki era globalisasi di abad ke 21.
Berkaitan dengan pengembangan imtak dan akhlak mulia maka yang perlu dikaji lebih lanjut ialah peran pendidikan agama, sebagaimana dirumuskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan merupakan salah satu bahan kajian dalam semua kurikulum pada semua jenjang pendidikan, mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Pendidikan Agama merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh peserta didik bersama dengan Pendidikan Kewarganegaraan dan yang lainnya.
Tantangan yang dihadapi dalam Pendidikan Agama, khususnya Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah mata pelajaran adalah bagaimana mengimplementasikan pendidikan agama Islam bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, taqwa dan akhlak mulia. Dengan demikian materi pendidikan agama bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana membentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat dan kehidupannya senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia dimanapun mereka berada, dan dalam posisi apapun mereka bekerja.
Dari uraian di atas Pendidikan Agama Islam mempunyai peranan yang sangat penting, yang tidak terpisahkan dari undang-undang system pendidikan Nasional, sehingga Pendidikan Agama Islam harus berupaya mencapai target tujuan pendidikan Nasional yang harus dicapai dengan terwujudnya visi, misi, dan strategi pembangunan Nasional.
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasahalan yang kurang menyenangkan. Seperti halnya proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah saat ini masih sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.” Hanya sedikit yang arahnya pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru masih dominan ceramah. Proses internalisasi tidak secara otomatis terjadi ketika nilai-nilai tertentu sudah dipahami oleh siswa. Artinya, metode ceramah yang digunakan guru ketika mengajar Pendidikan Agama Islam berpeluang besar gagalnya proses internalisasi nilai-nilai agama Islam pada diri siswa, hal ini disebabkan siswa kurang termotivasi untuk belajar materi Pendidikan Agama Islam.
Pembahasan
Melihat kenyataan yang ada di lapangan, sebagian besar teknik dan suasana pengajaran di sekolah-sekolah yang digunakan para guru kita tampaknya lebih banyak menghambat untuk memotivasi potensi otak. Sebagai contoh, seorang peserta didik hanya disiapkan sebagai seorang anak yang harus mau mendengarkan, mau menerima seluruh informasi dan mentaati segala perlakuan gurunya. Dan yang lebih parah lagi adalah fakta bahwa semua yang dipelajari di bangku sekolah itu ternyata tidak integratif dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan tak jarang realitas sehari-hari yang mereka saksikan bertolak belakang dengan pelajaran di sekolah. Budaya dan mental semacam ini pada gilirannya membuat siswa tidak mampu mengaktivasi kemampuan otaknya. Sehingga mereka tidak memiliki keberanian menyampaikan pendapat, lemah penalaran dan tergantung pada orang lain.
Untuk memilih metode dan teknik yang digunakan memang memerlukan keahlian tersendiri. Seorang pendidik harus pandai memilih metode dan teknik yang akan dipergunakan, dan teknik tersebut harus dapat memotivasi serta memberikan kepuasan bagi anak didiknya seperti hasil atau prestasi belajar siswa yang semakin meningkat. Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut perlu diterapkan suatu cara alternatif guna mempelajari Pendidikan Agama Islam yang kondusif dengan suasana yang cenderung rekreatif sehingga memotivasi siswa untuk mengembangkan potensi kreativitasnya. Salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah dengan penerapan suatu paradigma baru dalam pembelajaran di kelas yaitu dengan metode pembelajaran kontekstual, dikarenakan ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan lebih baik jika lingkungannya diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak-anak “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui”-nya. Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah dengan Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL). Sehubungan dengan hal tersebut maka makalah ini akan membahas pendekatan kontekstual dalam pembelajaran pendidikan agama Islam sebagai salah satu alternatif model dalam pengembangan pembelajaran PAI di sekolah.
Maka dengan penggunaan Contextual Teaching Learning (CTL). ini diharapkan agar materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat mudah dipahami dan dapat meningkatkan motivasi serta prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang menyatakan bahwa salah satu cara menggerakkan motivasi belajar adalah dengan pelaksanaan kelompok belajar. Oleh karena itulah maka penulis tertarik untuk membahas yang berhubungan dengan metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Maka penulis berinisiatif untuk mengambil judul makalah ini “Aplikasi Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Islam “, sebagai salah satu upaya meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Dalam suatu pembelajaran, pendekatan memang bukan segala-galanya. Masih banyak factor lain yang ikut menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Faktor-faktor tersebut anatara lain kurikulum yang menjadi acuan dasarnya, program pengajaran, kualitas guru, materi penbelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar, dan teknik/bentuk penilaian. Ini berarti pendekatan hanyalah salah satu factor saja dari sekian banyak factor yang perlu mendapatkan perhatian dalam keseluruhan pengelolaan pembelajaran. Walaupun demikian, penetapan pendekatan tertentu dalam hal ini pendekatan kontekstual dalam suatu pembelajaran dirasa penting karena dua hal. Pertama, penentuan isi program, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar, dan teknik/bentuk penilaian harus dijiwai oleh pendekatan yang dipilih. Kedua, salah satu acuan untuk menentukan keseluruhan tahapan pengelolaan pembelajaran adalah pendekatan yang dipilih.
Akhir-akhir ini pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning–CTL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan orang. Berbeda dengan strategi-strategi pembelajaran lainnya, CTL merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktifitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topic yang akan dipelajarinya. Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekadar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor. Belajar melalui CTL, diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajarinya.
A. Pemikiran Tentang Belajar
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut :
1. Proses Belajar
 Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
 Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
 Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
 Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
 Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
 Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide.
 Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar
 Siswa Belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
 Ketrampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit).
 Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan ketrampilan itu.
3. Siswa Sebagai Pembelajar
 Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
 Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
 Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
 Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka.
 sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
  Belajar Efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari Guru acting di depan kelas, siswa meneonton ke siswa acting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
 Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka, strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
 Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
 Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
B. Hakikat Pembelajaran Kontekstual
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).
C. Pengertian CTL
1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistic dan bertujuan
memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, social, dan cultural) sehingga siswa memiliki pengeyahuan ketrampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahn/konteks lainnya.
2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
D. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional.
NO. CTL TRADISONAL
1 Pemilihan informasi berdasarkan kebutuh-an siswa Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru
2 Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran Siswa secara pasif menerima informasi
3 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/-masalah yang disi-mulasikan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4 Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan
5 Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu
6 Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok) Waktu belajar siswa se-bagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)
7 Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan
8 Keterampilan dikem-bangkan atas dasar pemahaman Keterampilan dikem-bangkan atas dasar latihan
9 Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor
10 Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tsb keliru dan merugikan Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman
11 Perilaku baik berdasar-kan motivasi intrinsic Perilaku baik berdasar-kan motivasi ekstrinsik
12 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
13 Hasil belajar diukurmelalui penerapan penilaian autentik Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

E. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut :
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
F. Tujuan Komponen CTL
1. Kontruktivisme
• Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman
baru berdasarkan pada pengetahuan awal.
• Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “ mengkontruksi” bukan menerima pengetahuan.
2. Inquiry
• Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
• Siswa belajar menggunakan ketrampilan berpikir kritis.
3. Questioning (bertanya)
• Kegiatan Guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
• Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.
4. Learning Community (Masyarakat Belajar).
• Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
• Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
• Tukar pengalaman.
• Berbagi ide.
5. Modeling (pemodelan)
• Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
• Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.
6. Reflection (refleksi)
• Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
• Mencatat apa yang telah dipelajari.
• Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assesment (penilaian yang sebenarnya).
• Mengukur pengetahuan ketrampilan siswa.
• Penilaian produk (kinerja).
• Tugas-tugas yang relevansi dan kontekstual.
G. Karakteristik Pembelajaran CTL
Secara lebih sederhana menurut Nurhahdi yang dikutif oleh Masnur muslih, karakteristik Pembelajaran CTL adalah sebagai berikut :
• Kerjasama
• Saling menunjang
• Belajar dengan bergairah.
• Pembelajaran terintegrasi.
• Menggunakan berbagai sumber.
• Siswa aktif.
• Sharing dengan teman.
• Siswa kritis guru kreatif.
• Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa,
peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
H. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi scenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topic yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakan bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format anatara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada scenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut :
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatam siswa yang merupakan gabungan anatara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu.
4. Buatlah scenario tahap demi tahap kegiatan siswa.
5. Nyatakan authentic Assessmennya, yaitu dengan data apa siswa dapat
diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
I. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran PAI
Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, penguasaan guru akan materi dan pemahaman mereka dalam memilih metode yang tepat untuk materi tersebut akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu metode yang saat ini dianggap tepat dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah melalui pendekatan kontekstual.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok (Badruzaman, 2006). Jawahir (2005) mengemukakan bahwa guru PAI dapat menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: a) memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa; b) lebih mengaktifkan siswa dan guru; c) mendorong berkembangnya kemampuan baru; d) menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat.
Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi lebih responsif dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilan di kehidupan nyata sehingga memiliki motivasi tinggi untuk belajar. Beberapa hal yang harus diperhatikan para guru Pendidikan Agama Islam dalam mengimplementasikan pendekatan kontestual, menurut Humaidi (2006) adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran Berbasis Masalah
Langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mengobservasi suatu fenomena, misalnya : a) menyuruh siswa untuk menonton VCD tentang kejadian manusia, rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, tentang Alam Akhirat, azab Ilahi , dan sebagainya; b) menyuruh siswa untuk melaksanakan shaum pada hari senin dan kamis, membayar zakat ke BAZ, mengikuti sholat berjamaah di masjid, mengikuti ibadah qurban, menyantuni fakir miskin
Langkah kedua yang dilakukan oleh guru adalah memerintahkan siswa untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul, misalnya: a) setelah menonton VCD atau mendengarkan kisah-kisah Al Qur`an, siswa diharuskan membuat catatan tentang pengalaman yang mereka alami, melalui diskusi dengan teman-temannya; b) setelah mengamati dan melakukan aktivitas keagamaan siswa diwajibkan untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul serta mereka dapat mengungkapkan perasaannya kemudian mendiskusikan dengan teman sekelasnya.
Langkah ketiga tugas guru Pendidikan Agama Islam adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan yang ada.
Langkah keempat guru diharapkan mampu untuk memotivasi siswa agar mereka berani bertanya, membuktikan asumsi dan mendengarkan pendapat yang berbeda dengan mereka.
2. Memanfaatkan Lingkungan Siswa untuk Memperoleh Pengalaman Belajar
Guru memberikan penugasan kepada siswa untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan konteks lingkungan siswa, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penugasan kepada siswa di luar kelas. Misalnya mengikuti sholat berjamaah, mengikuti sholat jum`at, mengikuti kegiatan ibadah qurban dan berkunjung ke pesantren untuk mewawancarai santri atau ustadz yang berada di pesantren tersebut. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung dari kegiatan yang mereka lakukan mengenai materi yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
3. Memberikan Aktivitas Kelompok
Di dalam kelas guru PAI diharapkan dapat melakukan proses pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok belajar. Siswa di bagi kedalam beberapa kelompok yang heterogen. Aktivitas pembelajaran kelompok dapat memperluas perspektif dan dapat membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru dalam mempraktekan metode ini adalah: 1) Mendatangkan ahli ke kelas, misalnya Tokoh Agama, Santri atau Ulama dari pesantren, 2) Bekerja dengan kelas sederajat, 3) Bekerja dengan kelas yang ada di atasnya.
4. Membuat Aktivitas Belajar Mandiri
Melalui aktivitas ini, peserta didik mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi sendiri dengan sedikit bantuan atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning).
5. Menyusun Refleksi
Dalam melakukan refleksi, misalnya ketika pelajaran berakhir siswa merenungkan kembali pengalaman yang baru mereka peroleh dari pelajaran tentang sholat berjama`ah, puasa senin-kamis, membayar zakat, menyantuni fakir miskin, dan seterusnya.
Melalui perenungan ini, siswa dapat lebih menemukan kesadaran dalam dirinya sendiri tentang makna ibadah yang mereka lakukan dalam hubungan mereka sebagai hamba Allah dan dalam hubungan mereka sebagai makhluk sosial.

Penutup
Penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran PAI sebagai alternatif model dalam pengembangan pembelajaran PAI di sekolah, sesungguhnya merupakan upaya untuk lebih meningkatkan peran pendidikan agama di sekolah dalam rangka membentuk peserta
Letak pentingnya penerapan pendekatan kontekstual sebagai dalam pembelajaran PAI didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:
Pertama, Mata pelajaran PAI merupakan salah satu mata pelajaran pokok dari sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik serta memiliki akhlak mulia dalam kehidupannya sehari-hari. Sejauh ini para guru berpandangan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang harus dihapal, sehingga pelajaran PAI cukup disampaikan dengan ceramah sehingga pembelajaran di kelas selalu berpusat pada guru. Dengan pendekatan kontekstual diharapkan siswa bukan sekedar objek akan tetapi mampu berperan sebagai subjek, dengan dorongan dari guru mereka diharapkan mampu mengkonstruksi pelajaran dalam benak mereka sendiri, jadi siswa tidak hanya sekedar menghapalkan fakta-fakta, akan tetapi mereka dituntut untuk mengalami dan akhirnya menjadi tertarik untuk menerapkannya.
Kedua, Melalui pendekatan kontekstual diharapkan siswa dibawa ke dalam nuansa pembelajaran yang di dalamnya dapat memberi pengalaman yang berarti melalui proses pembelajaran yang berbasis masalah, penemuan (inquiri), independent learning, learning community, proses refleksi , pemodelan sehingga dari proses tersebut diharapkan mereka dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya.
Ketiga, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam sesuai dengan tuntutan kurikulum 2006 harus memenuhi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut harus dikembangkan secara terpadu dalam setiap bidang kajian agama, seperti akidah, syariah dan akhlak. Melalui pendekatan kontekstual yang dibangun dengan berbagai macam metode, guru Agama Islam dapat memilih bagian mana yang cocok untuk aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
Melalui penerapan model ini, diharapkan dapat membantu para guru agama dalam mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia yang benar-benar mempunyai kualitas keberagamaan yang kuat yang dihiasi dengan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari.



DAFTAR PUSTAKA

Badruzaman, Ahmad, Strategi dan Pendekatan dalam Pembelajaran., (Yogyakarta: Ar Ruuz, 2006)

Humaidi, M.K, Model-Model Pembelajaran Kreatif, (Bandung: Rosdakarya, 2006)

Indra Djati, http://kalam.downloadfan.net Powered by Joomla! Generated

Jawahir, Mochamad, Teknik dan Strategi Pembelajaran, (Bandung:
Cendekia Press, 2005)

Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, cet ke -4 (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007)

Saeful Hamdani, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2003)

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, ( Bandung: . Rosdakarya 2002).

Wahid, Abdul, Pengajaran Terpadu PAI dengan Pelajaran Umum, (Bandung : Pikiran Rakyat 1 kolom Forum Guru, 2007).

Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group Cet ke 5, 2008)

Masnur, Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, cet ke -4 (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)

MAKNA DAN FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MAKNA DAN FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Pendahuluan
Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang sangat penting yang menjadikan Islam sebagai ciri khas dalam pendidikannnya. Hingga saat ini Pendidikan Agama Islam masih dihadapkan pada tantangan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar mampu berkiprah dalam kehidupan masyarakat modern. Studi kualitas tentang bidang studi Pendidikan Agama Islam menunjukkan beberapa kelemahan, baik dilihat dari proses maupun hasil belajar antara lain dalam aspek metodologis. Dalam proses pembelajaran di kelas pendekatan ekspositoris sangat dominan selama proses belajar
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasahalan yang kurang menyenangkan. Seperti halnya proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah saat ini masih sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.” Hanya sedikit yang arahnya pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru masih dominan ceramah. Proses internalisasi tidak secara otomatis terjadi ketika nilai-nilai tertentu sudah dipahami oleh siswa. Artinya, metode ceramah yang digunakan guru ketika mengajar Pendidikan Agama Islam berpeluang besar gagalnya proses internalisasi nilai-nilai agama Islam pada diri siswa, hal ini disebabkan siswa kurang termotivasi untuk belajar materi Pendidikan Agama Islam.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Dalam system pendidikan modern, fungsi guru sebagai penyampai pesan-pesan pendidikan tampaknya perlu dibantu dengan media pendidikan, agar proses belajar mengajar pada khususnya dan proses pendidikan pada umumnya dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Hal itu disebabkan antara lain, materi pendidikan yang akan disampaikan semakin beragam dan luas mengingat perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat. Dewasa ini guru bukanlah satu satu-satunya sumber belajar dan penyampai pesan-pesan pendidikan sebagaimana pernah terjadi sebelum tahun lima puluhan. Mulai tahun itu teori komunikasi social mulai masuk ke dalam pendidikan, terutama alat Bantu pandang dengar atau audio visual aid dan telah mulai digunakan dalam penyampaian pesan-pesan pendidikan. Media pendidikan ini tidak saja sebagai alat Bantu pendidikan, juga berfungsi sebagai penyalur pesan-pesan pendidikan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan terutama di bidang telekomunikasi dan teknologi abad ini terjadi dengan begitu cepatnya. Pada masa yang akan datang menurut prediksi para ahli (futurist) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan lebih pesat lagi bahkan semakin tidak terkendali.
Menurut Nana Syaodih yang dikutif oleh Ahmad Rofiq, perkembanagan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang komunikasi-informatika tersebut telah membawa berbagai perubahan mendasar dalam bidang pendidikan. Kalaupun pendidikan dulu telah menngunakan teknologi, tetapi teknologinya, masih sangat sederhana seperti penggunaan papan tulis, kapur grip atau buku. Maka seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat maka teknologi yang digunakan dalam pendidikan merupakan teknologi maju seperti audio video cassette, overhead projector, film slide, televisi, tape recorder, computer bahkan saat ini pembelajaran telah, menggunakan CD-ROOM dan Internet.
Penggunaan berbagai media yang merupakan produk teknologi tersebut dirasakan sangat membantu penyelenggaraan pendidikan utamanya dalam proses belajar dan mengajar. Kegiatan belajar mengajar berjalan lebih dinamis, efektif dan lebih berkesan bagi siswa. Yang lebih maju lagi dalam pemanfaatan produk teknologi dalam pendidikan adalah berkembangnya system pembelajaran dengan elektronik yang dikenal dengan e-learning.
Pendidikan kita belum optimal, dan ini disinyalir karena belum digunakannya metode pendidikan kontemporer, termasuk teknologi pendidikan mutakhir. Teknologi pendidikan lebih sering dipahami secara konvensional dengan lab-lab yang relatif mahal dan akibatnya tidak terjangkau oleh mayoritas sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi.
Di Semarang , Menteri Agama (Menag), Muhammad Maftuh Basyuni, mendukung pengembangan pendidikan Islam berbasis teknologi selama berada dalam kerangka keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT.
''Dalam era perkembangan sains dan teknologi, umat Islam harus memanfaatkan teknologi agar dapat menghadapi dan melakukan proses transformasi,'' kata Maftuh di Semarang. Pola pendidikan Islam zaman dahulu, lanjutnya, sangat anti dengan semua yang berbau Barat. ''Jangankan persoalan teknologi, memakai celana panjang saja saat itu tidak diperbolehkan karena identik dengan penjajah (bangsa Barat),'' katanya. Ia menjelaskan, pola pendidikan tersebut benar jika dilihat dalam konteks zaman dahulu. ''Saya sangat memahami, karena bertujuan untuk membangkitkan semangat patriotisme dalam usaha mengusir penjajah dari Tanah Air,'' tutur Maftuh.
Akan tetapi, pola pendidikan tersebut kini dianggap tidak sesuai lagi untuk diterapkan. ''Kita harus melakukan perubahan untuk menghadapi arus transformasi sosial budaya dengan cara yang kreatif,'' katanya.
Di atas itu semua, teknologi pendidikan Islam seharusnya juga dibuat dengan memperhatikan prinsip-prinsip Islam, seperti kesederhanaan dan kemudahan. Jadi akan kontradiktif ketika teknologi pendidikan islam ini justru jadi tidak terjangkau oleh mayoritas umat karena dia terlalu canggih dan mahal.
Karena itu pertimbangan dasar teknologi pendidikan yang tepat harus juga melihat calon penggunanya. Di pedesaan yang sederhana, teknologi berbasis bahan lokal tentu lebih disukai. Namun di perkotaan di mana tersedia listrik, komputer dan akses internet, teknologi interaktif berbasis komputer atau web mungkin menjadi alternatif yang lebih baik dan termurah.
Disisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan semakin tidak terkendali tersebut telah memicu pesatnya perubahan di bidang sosial dan budaya. Masyarakat kita saat ini benar-benar dihdapkan dengan berbagai perubahan dan salah satu ciri utama dari perubahan yang terjadi dalam masyarakat kita dan masyarakat dunia adalah pesatnya perubahan sosial dan budaya. Perubahan tersebut terjadi begitu pesat sehingga lembaga-lembaga yang ada termasuk lembaga pendidikan dan keagamaan seolah-olah merasa kewalahan untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan itu. Bahkan sebagai bentuk antisipasi terhadap perubahan-perubahan tersebut telah muncul pula bentuk-bentuk lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi baru.
Globalisasi dan pasar bebas elah membawa kita pada perubahan-perubahan yang tidak menentu dan kita benar-benar telah berada dalam suana yang penuh dengan ketidak pastian. Mengibaratkan sebagai nelayan di lautan lepas yang sangat mungkin dapat tersesat apabila tidak memiliki kompas sebagai pedoman untuk bertindak dan mengarunginya dan kompas itu adalah agama. Dalam suasana kehidupan yang semakin kompleks dan penuh ketidakpastian ini menyebabkan manusia mudah mengalami stress sementara sebagian lagi hanya menjadi budak materi (hamba dunia). Tanpa agama manusia tidak akan hidup tentram dan akan selalu berubah sesuai mengikuti perubahan-perubahan yang juga tidak jelas arahnya kemana (unpredictabylity). Oleh karena itu pendidikan agama dan moral (akhlaq) harus menjadi prioritas, terlebih negara kita sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam (85%). Pendidikan agama dan moral (aklaq) harus menjadi tanggung jawab bersama yaitu keluarga (pendidikan informal), sekolah (formal) dan masyarakat (non formal).
Pendidikan nasional kita diharapkan mampu menciptakan SDM yang tidak saja memiliki intelektual tinggi (unggul dalam akademis) tetapi juga memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (religius), atau sering disebut manusia seutuhnya yang memiliki imtaq dan iptek. Ini tercermin dari tujuan pendidikan nasional kita dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yitu : ”untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manuai yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklhlaq mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Melalui pendidikan agama inilah nilai-nilai kehidupan yang dilandasi oleh nilai-nilai agama masuk (incliude) ke dalam pribadi siswa sehingga nilai-nilai tersebut akan terinternalisasi sebagai kebutuhan dasar (basic needs) yang diperlukan oleh siswa. Dalam pendidikan agama ini menginagt pentingnya keberadaan moralitas atau akhlaq, maka seyogyanya substansi nilai-nilai akhlaq memilki tempat tersendiri dalam pelajaran di sekolah baik pola tingkat dasar maupun menengah. Pendidikan akhlaq atau moral ini tidak cukup diukur hanya dari seberapa jauh anak menguasai hal-hal yang bersipat kognitif atau pengetahuan mengenai akhlaq,ajaran-ajaran agama, dan ritus-ritus keagamaan semata. Yang lebih dari pendidikan moral atau akhlaq ini adalah seberapa jauh nilai-nilai keagamaan tersebut tertanam dalam jiwa anak dan seberapa jauhnilai-nilai keagamaan tersebut dimanifestasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Perwujudan dari nilai-nilai keagamaan tersebut dimanifestasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Perwujudan dari nilai-nilai tersebut dalam tingkah laku sehari-hari akan melahirkan akhlaqul karimah.
Pendidikan kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan, serta keterbatasan bahan-bahan bacaan keagamaan. Buku-buku paket keagamaan yang ada belum memadai kesadaran beragama, memberikan ketrampilan fungsional keagamaan dan mendorong prilaku bermoral dan berakhla mulia pada peserta didik.aLitbang Agama dan Diklat keagamaan tahun 2002 didapatkan bahwa merosotnya moral dan akhlaq peserta didik disebabkan antara lain karena kurikulum pendidikan agama yang terlalu padat materi, dan materi tersebut lebih mengedepankan aspek pemikiran dari pada kesadaran keberagamaan yang utuh. Selain itu menurut hasil penelitian tersebut, metodologi pendidikan agamagama merupakan masalah penting dan fundamental dalam kaitannya dengan budaya lokal suatu bangsa. Pendidikan agama merupakan suatu pembinaan terhadap pembangunan bangsa secara keseluruhan. Terwujudnya kehidupan masyarakat yang berpegang teguh pada moralitas merupakan salah satu hasil dari pendidikan agama.
Sementara pendidikan agama yang seharusnya memegang peran penting terutama dalam membentuk sikap mental (moralitas) pelajar yang diharapkan akan menjadi tunas-tunas bangsa ke depan, saat ini dikatakan belum berhasil bahkan ada yang menganggapnya telah gagal. Menurut hasil study Litbang Agama dan Diklat Keagamaan tahun 2002 didapatkan bahwa merosotnya moral dan akhlaq peserta didik disebabkan anatara lain karena kurikulum pendidikan agama yang metodologi pendidikan agama kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan, serta keterbatasan bahan-bahan bacaan keagamaan. Buku-buku paket keagamaan yang ada belum memadai kesadaran beragama, memberikan ketampilan fungsional keagamaan dan mendorong prilaku bermoral dan berakhlaq mulia pada peserta didik.
Pembahasan
A. Arti dan Fungsi Media Pendidikan
Media pendidikan merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid. Hal ini sangat membantu guru dalam mengajar dan memudahkan murid menerima dan memahami pelajaran. Proses ini membutuhkan guru yang professional dan mampu menyelaraskan antara media pendidikan dan metode pendidikan.
Kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan serta perubahan sikap masyarakat membawa pengaruh yang besar dalam bidang pendidikan. Hal ini mendorong setiap lembaga pendidikan untuk mengembangkan lembaganya lebih maju dengan memanfaatkan teknologi modern dan kemajuan ilmu pengetahuan sebagai media pembelajaran.
Dari pemikiran di atas sudah jelas media pendidikan itu berkaitan dengan kemajuan suatu pendidikan yang meliputi sebagai berikut :
Alat komunikasi selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan majunya ilmu pengetahuan . Kaitannya dengan media pendidikan mempunyai fungsi yang besar di berbagai kehidupan, baik di kehidupan pendidikan maupun dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan seni kebudayaan.
Dalam kehidupan pendidikan media komunikasi memberikan kontribusi yang besar dalam kemajuan maupun peningkatan mutu di suatu lembaga pendidikan. Dengan memakai media tersebut anak didik akan mudah mencerna dan memahami suatu pelajaran. Dengan demikian melalui pendekatan ilmiah sistematis, dan rasional tujuan pendidikan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Untuk mencapai pendidikan tersebut guru memberikan peran yang penting untuk menghantarkan keberhasilan anak didik, oleh karenanya dibutuhkan komunikasi yang baik antara guru dan murid, untuk menciptakan komunikasi yang baik dibutuhkan guru yang profesional yang mampu menyeimbangkan antara media pembelajaran dan metode pengajaran sehingga informasi yang disampaikan guru dapat diterima siswa dengan baik.
Jadi tugas media bukan sebagai sekedar mengkomunikasikan hubungan antara pengajar dan murid namun lebih dari itu media merupakan bagian integral yang saling berkaitan antara komponen satu dengan komponen yang lain yang saling berinteraksi dan mempengaruhi.

1. Arti Media Pendidikan
Media pendidikan tidak terlepas dari teknologi pendidikan, sehingga sebelum menguraikan pengertian media pendidikan perlu kita memhami arti dari teknologi pendidikan secara umum dan teknologi pendidikan islam secara khusus, dengan demikian, pendidikan teknologi adalah pendidikan untuk menumbuhkan technological-attitude (sikap benar berteknologi) dan technological-quotient (kecerdasan berteknologi) sehingga orang memiliki motivasi, inisiatif dan kreativitas untuk melek teknologi, merebut teknologi, dan mengembangkan teknologi. Sedang teknologi pendidikan adalah teknologi yang didesain untuk mendukung aktivitas pendidikan secara komprehensif. Aktivitas pendidikan adalah aktivitas untuk membentuk manusia seutuhnya, yakni yang memiliki kedalaman iman, kecerdasan akal, kepekaan nurani, keluasan wawasan, kebijakan sikap, kreativitas karya, kehalusan estetika, keberanian berjuang dan seluruh nilai-nilai positif lainnya.
Dengan memahami pokok masalah di atas, maka jelas bahwa posisi Islam di sini adalah untuk memberi arah dan nilai dari pendidikan, dan demikian pula teknologi pendidikan. Karena itu teknologi pendidikan Islam bukanlah sekedar teknologi untuk membantu siswa belajar shalat atau belajar membaca Qur’an, namun teknologi yang seluas pendidikan itu sendiri. Teknologi pendidikan Islam membuat siswa mudah memahami sains dan ilmu-ilmu apapun, mampu menghubungkannya dengan Sang Pencipta dan menyadari apa tujuan diciptakannya alam serta bagaimana sains itu dapat dimanfaatkan secara syar’i. Dia akan menguasai sains dalam pandangan hidup Islam. Teknologi ini mengakselerasi siswa mendapatkan tujuan-tujuan pendidikan, sehingga membantu mengatasi keterbatasan kemampuan guru, sempitnya ruang kelas, kekurangan buku dan terbatasnya dana.
Secara harfiah media diartikan “perantara” atau “pengantar”. AECT (Association for Educational Communication and Technology) mendefinisikan media yaitu segala bentuk yang digunakan untuk proses penyaluran informasi. Robert Hanick dan kawan-kawan (1986) mendefinisikan media adalah sesuatu yang membawa informasi antara sumber (source) dan penerima (receiver) informasi. Masih dalam sudut yang sama Kemp dan Dayton mengemukakan peran media dalam proses komunikasi sebagai alat pengirim (transfer) yang mentransmisikan pesan dari pengirim (sender) kepada penerima pesan atau informasi (receiver).
Sedangkan Oemar Hamalik mendefinisikan, media sebagai teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Media pembelajaran merupakan perantara atau alat untuk memudahkan proses belajar mengajar agar tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat atau metodik dan teknik yang digunakan sebagai perantara komunikasi antara seorang guru dan murid dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan pengajaran di sekolah.
2. Fungsi Media Pendidikan
Mengenai fungsi media itu sendiri pada mulanya kita hanya mengenal media sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar yakni yang memberikan pengalaman visual pada anak dalam rangka mendorong motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang komplek dan abstrak menjadi lebih sederhana, kongkret, mudah dipahami. Dewasa ini dengan perkembangan teknologi serta pengetahuan, maka media pembelajaran berfungsi sebagai berikut :
a. Membantu memudahkan belajar bagi siswa dan juga memudahkan pengajaran bagi guru.
b. Memberikan pengalaman lebih nyata (abstrak menjadi kongkret).
c. Menarik perhatian siswa lebih besar (jalannya tidak membosankan).
d. Semua indera murid dapat diaktifkan.
e. Lebih menarik perhatian dan minat murid dalam belaja
f. Dapat membangkitkan dunia teori dengan realitanya.
Dengan konsepsi semakin mantap fungsi media dalam kegiatan mengajar tidak lagi peraga dari guru melainkan pembawa informasi atau pesan pembelajaran yang dibutuhkan siswa. Hal demikian pusat guru berpusat pada pengembangan dan pengolahan individu dan kegiatan belajar mengajar.
Sebagai seorang pendidik fungsi dan kemampuan media sangat penting artinya. Media merupakan integral dari sistem pembelajaran sebagai dasar kebijakan dalam pemilihan pengembanan, maupun pemanfaatan.
Media pendidikan dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang gilirannya diharapkan mempertinggi hasil belajar yang hendak dicapai. Ada beberapa alasan media pembelajaran berkenaan dapat mempertinggi proses belajar siswa.
Pertama, berkenaan dengan manfaat media pembelajaran, sebagai berikut :
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motifasi belajar.
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami
dan dikuasa siswa
c. Metode pengajaran akan lebih variasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal.
d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengar uraian guru, tetapi juga punya aktifitas lain seperti
mengamati, merumuskan, melakukan dan mendemonstrasikan.
Kedua, penggunaan media pembelajaran dapat mempertinggi proses dan hasil belajar yang berkenaan dengan taraf pikir siswa. Berfikir siswa dimulai dari yang kongkret menuju yang abstrak, dari yang sederhana menuju yang abstrak, dari yang sederhana menuju yang komplek. Dalam hubungan ini penggunaan media pembelajaran berkaitan erat dengan tahapan-tahapan berfikir mereka sehingga tepat penggunaan media pembelajaran disesuaikan dengan kondisi mereka sehingga hal-hal yang abstrak dapat dikongkretkan.

Pendidikan kita belum optimal, dan ini disinyalir karena belum digunakannya metode pendidikan kontemporer, termasuk teknologi pendidikan mutakhir. Teknologi pendidikan lebih sering dipahami secara konvensional dengan lab-lab yang relatif mahal dan akibatnya tidak.
B. Bentuk Teknologi Pendidikan Islam.
Bentuk-bentuk teknologi pendidikan secara umum akan optimal bila
menggunakan seluruh aspek berpikir manusia. Manusia berpikir bila dia: (1) menerima informasi dunia realitas dari panca inderanya; (2) memasukkan informasi ke dalam otaknya; (3) mengolah / menghubungkan informasi itu dengan informasi yang tersimpan sebelumnya.
Karena itu teknologi pendidikan yang baik akan menggunakan (1) sebanyak mungkin jalur indera, setidaknya tekstual, visual, dan akustikal, namun tentunya lebih optimal lagi kalau juga indera penciuman, perasaan maupun perabaan; (2) sebanyak mungkin bagian otak, baik otak kiri yang bersifat analitis rasional, otak kanan yang bersifat intuitif-kreatif-emosional maupun bagian otak yang disebut God-Spot yang bertanggung-jawab atas perasaan spiritual; (3) membantu menghubungkan dengan informasi yang tersimpan sebelumnya atau yang pernah dialami atau dipelajari siswa.
Berikut ini adalah tiga contoh gagasan teknologi pendidikan Islam berbasis komputer guna mengajarkan suatu topik dalam (1) Fisika, (2) Biologi, (3) Ekonomi.
(1) Untuk mengajar fisika-mekanika, ditunjukkan film audio-visual berbagai peristiwa alam (air terjun, jatuhnya batu, pergerakan benda langit). Di akhir film disampaikan ayat Qur’an atau Hadits tentang alam semesta untuk menghubungkan intelektualitas dengan spiritualitas. Lalu ada teks dan rumus matematis yang menjelaskan fenomena itu, dan di beberapa tempat terdapat soal untuk menguji ingatan dan analisis pelajar. Di akhir kajian terdapat ayat yang mendorong pemanfaatan mekanika secara syar’i, dilanjutkan film aplikasi mekanika yang baru dipelajari (PLTA, peluncur roket untuk jihad, satelit), termasuk dampak bila aplikasi itu bertentangan dengan syari’at (banjir, teror atas bumi Islam, satelit mata-mata asing). Kemudian terdapat uji-kreatifitas untuk merangsang pelajar menerapkan ilmunya dalam simulasi. Seluruh sesi diakhiri dengan muhasabah untuk mengingatkan betapa kecilnya manusia, dan aplikasi teknologi apapun justru dapat mendatangkan bencana bila bertentangan dengan syari’at.
(2) Untuk mengajar biologi-lingkungan ditunjukkan film audio-visual berbagai jenis mahluk hidup (pohon, serangga, mamalia). Di akhir film disampaikan ayat Qur’an atau Hadits tentang kehidupan untuk menghubungkan intelektualitas dengan spiritualitas. Lalu ada teks dan yang menjelaskan fenomena itu, dan di beberapa tempat terdapat soal untuk menguji ingatan. Di akhir kajian terdapat ayat yang mendorong pemanfaatan ekologi secara syar’i, dilanjutkan film yang menunjukkan aplikasi ekologi yang baru dipelajari (reboisasi hutan, biopestisida, peternakan), termasuk dampak bila aplikasi itu bertentangan dengan syari’at (kerusakan hutan, hama, kepunahan bison). Kemudian terdapat uji-kreatifitas untuk merangsang pelajar menerapkan ilmunya dalam simulasi. Seluruh sesi diakhiri dengan muhasabah untuk mengingatkan betapa kecilnya manusia, dan aplikasi teknologi apapun justru dapat mendatangkan bencana bila bertentangan dengan syari’at.
(3) Untuk mengajar ekonomi perdagangan – yang berarti suatu realitas masyarakat manusia, ditunjukkan film audio-visual berbagai aktivitas manusia (jual-beli, kafilah dagang, bank). Di akhir film disampaikan ayat Qur’an atau Hadits tentang manusia yang menghubungkan intelektualitas ke spiritualitas. Lalu ada teks yang menjelaskan fenomena itu, ditambah beberapa ayat yang spesifik mengatur sistem ekonomi di masyarakat. Di beberapa tempat terdapat soal untuk menguji ingatan. Di akhir kajian terdapat ayat yang mendorong pemanfaatan ilmu ekonomi perdagangan secara syar’i, dilanjutkan film yang menunjukkan aplikasi ekonomi yang baru dipelajari (desain pasar, jaringan logistik, bank syari’ah), termasuk dampak bila aplikasi itu bertentangan dengan koridor syari’at (penipuan, penimbunan, jeratan hutang). Lalu terdapat uji-kreatifitas untuk merangsang pelajar menerapkan ilmunya dalam simulasi. Seluruh sesi diakhiri dengan muhasabah untuk mengingatkan betapa kecilnya manusia, dan ilmu apapun dapat mendatangkan bencana bila bertentangan dengan syari’at.
Memang perlu kerja keras untuk merealisasi material teknologi pendidikan Islam untuk segala jenis topik di semua jenis pelajaran. Namun upaya semacam ini akan menjadi mudah ketika ada dukungan masyarakat.
C. Peran media dalam Pembelajaran
Menurut Ensiclopedi of Educational Reseach, nilai atau manfaat media pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Meletakan dasar-dasar yang kongkret untuk berpikir sehingga mengurangi verbalitas.
b. Memperbesar perhatian siswa.
c. Meletakan dasar yang penting untuk perkembangan belajar oleh karena itu
pelajaran lebih mantap.
d. Memberikan pengalaman yang nyata.
e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan continue.
f. Membantu tumbuhnya pengertian dan dengan demikian membantu perkembngan bahas
g. Memebrikan pengalaman yang tidak diperoleh dengan cara yang lain.
h. Media pendidikan memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara guru dan murid.
i. Media pendidikan memberikan pengertian atau konsep yang sebenarnya secara realita dan teliti.
j. Media pendidikan membangkitkan motivasi dan merangsang kegiatan belajar
Menurut, Yusuf Hadimiarso, dalam bukunya Menyemai Benih Teknologi Pendidikan menjelaskan bahwa berbagai kajian teori maupun praktek menunjukan tentang kegunaan media dalam pembelajaran sebagai berikut :
a. Media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada otak kita, sehingga otak kita dapat berfungsi secara optimal. Penelitian yang dialakukan oleh Roger W. Sperry, Pemenang hadian nobel tahun 1984, menunjukan bahwa belahan otak sebelah kiri merupakan kedudukan tempat kedudukan pikiran yang bersifat verbal, rasional, analitikan dan konseptual. Belahan ini mengontrol wicara. Belahan otak sebelah kanan merupakan perlu diberikan rangsangan kedudukan pikiran visual, emosional, holistik, fisikal, spatial, dan kreatif. Belahan bagian kanan ini mengontrol tindakan. Pada suatu saat hanya salah satu belahan saja yang dominan. Rangsangan pada salah satu belahan saja secara berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan. Karena itu salah satu implikasi dalam pembelajaran ialah kedua belahan perlu diberikan rangsangan secara bergantian dengan rangsangan audio visual.
b. Media adapat mengatasi keterbatsan pangalaman yang dimiliki oleh para siswa. Pengalaman siswa itu berbeda-beda. Latar belakang keluarga dan lingkungannya menentukan pengalaman macam apa yang dimiliki oleh siswa. Perbedaan pengalaman anak dapat diatasi dengan media ini. Jika siswa tidak mungkin dibawa ke objek yang dipelajari, maka objeknyalah yang dihadirkan di hadapan siswa melalui media.
c. Media dapat melampaui batas ruang kelas. Bayak hal yang tidak mungkin untuk dialami di dalam ruang kelas secara langsung oleh para siswa. Misalnya karena objek terlalu besar misalanya candi, stasion dan lain-lain, atau terlalu kecil sehingga tidak bisa diamati dengan mata telanjang. Misalnya bakteri, protozoa dan lain sebagainya. Gerakan terlalu lambat, atau terlalu cepat. Bunyi-bunyi yang halus, objek terlalu kompleks dan alasan-alasan lain.
d. Media memungkinkan adanya interaksi secara langsung antara siswa dan lingkungannya.dan merangsang siswa untuk belajar.
e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan. Pengamatan yang dilakukan secara bersama-sama bisa diarahkan kepada hal-hal penting yang dimaksudkan oleh guru.
f. Media memabangkitkan keinginan dan minat baru bagi siswa.
g. Media membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar.
h. Media memberikan pengalaman yang integral dan meyeluruh dari sesuatu yang kongkrit maupun abstrak.
i. Media memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri.
j. Media meningkatkan kemampuan keterbacaan baru (new litercy) yaitu kemampuan untuk membedakan objek dan menafsirkan objek, tindakan dan lambang yang tampak baik alami maupun buatan manusia, yang terdapat dalam lingkungan.
k. Media mampu meningkatkan efek sosialisasi yaitu dengan meningkatkan kesadaran akan dunia di sekitarnya.
l. Media dapat meningkatkan kemampuan ekspresi dari guru maupun siswa.
Edgar Dale, secara jelas memberi penekanan terhadap pentingnya media pembelajaran, ini dapat dilihat dari pengalaman Dale (Come of Experience) :
a. Verbal Symbolis.
b. Visual Symbolis
c. Sgn, stick fihure.
d. Radio and recording.
e. Still picture.
f. Education television.
g. Exhibits.
h. Studi trips.
i. Demontrations.
j. Dramatized experience : plas, puppets, role plying.
k. Contrived experiences : models, mockups, simulation.
l. Direct puposefull experience.
Secara umum media mempunyai keguanaan :
a. Memeprid dengan sumber belajar.
b. Memperjelas pesan agar tidak verbalitas.
c. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indera.
d. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
e. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual audiotori dan kinestetiknya.
Karakteristik dan kemampuan masing-masing perlu diperhatikan oleh guru
agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Sebagai contoh, media kaset audio, merupakan media auditif yang mengajarkan topik-topik pembelajaran yang bersifat verbal seperti pengucapan (pronounciation) bahasa asing. Untuk pengajaran bahasa asing media ini tergolong tepat karena bila secara langsung diberikan tanpa media sering terjadi ketidaktepatanyang akurat dalam pengucapan pengulangan dan sebagainya. Pembuatan media kaset audio ini termasuk mudah, hanya membutuhkan alat perekam dan narasumber yang dapat berbahasa asing, sementara pemanfaatnnya menggunakan alat yang sama pula.
Mengapa perlu menggunakan media dalam pembelajaran ? Pertanyaan yang sering muncul mempertanyakan pentingnya media dalam sebuah pembelajaran. Kita harus mengetahui dahulu konsep abstrak dan kongkrit dalam poembelajaran, krena proses belajar mengajar hakekatnya adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan berupa isi/ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun non verbal, proses ii dinamakan encoding. Penafsiran simbol simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan deconding.
Adakalanya penafsiran berhasil, adakalanya tidak. Ketidakberhasilan dalam memahami apa yang didengar, dibaca, dilihat atau diamati. Ketoidakberhasilan atau penghambat dalam proses komunikasi dikenal dengan istilah barriers atau noise. Semakin banyak verbalisme semakin abstrak pemahamn yang diterima.
Kemajuan media komputer memberikan beberapa kelebihan untuk kegiatan produksi audio visual. Pada tahun-tahun belakangan komputer mendapat perhatian besar karena kemampuannya yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Ditambah dengan tekanologi jaringan dan internet, komputer seakan menjadi primadona dalam kegiatan pembelajaran. Tetapi dibalik kehandalan komputer sebagai media pembelajaran terdapat beberapa persoalan yang sebaiknya menjadi bahan pertimbangan awal bagi pengelola pengajaran berbasis komputer.
a. Perangkat keras dan lunak yang mahal dan cepat ketinggalan jaman.
b. Teknologi yang sangat cepat berubah, sangat memungkinkan perangkat yang dibeli saat ini beberapa tahun kemudian akan ketinggalan jaman.
c. Pembuatan program ang rumit serta dalam pengoperasian awal perlu pendamping guna menjelaskan penggunaannya. Hal ini bisa disiasati dengan pembuatan modul pendamping yang menjelaskan penggunaan dan pengoperasian program.
Teknologi terkini dalam pendidikan adalah dikembangkannnya teknologi multimedia. Pengembangan pemanfaatan komputer dalam proses pembelajaran terakhir menjadi mutimedia merupakan suatu era baru dalam perkembangan media yang harus disambut secara positif. Perangkat komputer yang mampu menyajikan teknologi multimedia yang dapat menggabungkan berbagai media seperti teks, suara, gambar, numeriuc, animasi dan video dalam suatu software digital, telah mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indera dalam pembelajaran yaitu pendengaran, penglihatan dan sentuhan.
D. Pemanfaatan media dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjelang abad 21 telah
mendorong usaha-usaha untuk melakukan berbagai pembaharuan dalam memanfaatkan hasil teknnologi dalam dalam proses pembelajaran. Maka pembelajaran dalam perspektif ke depan adalah pembelajaran yang berbasiskan teknologi Informasi dan Komuniukasi (TIK). Pembelajaran dengan berbasiskan iptek yang semakin pesat, pembelajaran model ini telah menjadi kebutuhan bagi pendidikan secara global. Penggunaan media audio visual yang dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA) dalam proses pembelajaran dirasakan sangat membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran dengan yang diinginkan.
Penggunaan media dan teknologi dalam pembelajaran selain dapat memberi kontribusi terhadap pengetahuan dan ketrampilan siswa, juga membantu guru untuk mempermudah proses pembelajaran dan memperjelas materi yang dipelajari secara beragam dan lebih kongkrit sehingga memberi kesan lebih mendalam bagi siswa. Menurut hasil penelitian bahwa perbandingan pemerolehan hasil belajar melalui indera penglihatan dan indera pendengaran sangat menonjol perbedannya., memperkirakan bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75 %, melalui indera dengan 13 % dan melalui indera lainnya 13 %.
Yang dimaksud dengan media pembelajaran di sini adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Sedangkan pengertian yang lebih sederhana kita bisa melihat definisi yang diberikan leh gane da Briggs yang dikutif Azhar Arsyad, yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi dan juga komputer.
Diantara manfaat pembelajaran dengan menggunakan media pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas
b. Memperbesar perhatian peserta didik, meningkatkan gairah belajar, meningkatkan interaksi yang lebih langsung antar peserta didik dengan lingkungan.
c. Meletakan dasar-dasar penting untuk perkembangan belajar, sehingga pelajaran lebih mantap.
d. Memberikan pengalaman yang nyata sehingga dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan peserta didik menurut minat dan kemampuannya.
e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, hal ini terutama terdapat pada gambar hidup.
f. Mengatasai keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera.
g. Memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya.
h. Memberikan pengalaman yang integral dari sesuatu yang kongkret maupun abstrak.
i. Meningkatkan kemampuan ekspresi dari guru maupun siswa.
Pada akhir abad ke 20 telah pula digunakan komputer dalam dunia pendidikan
(Computer aided learning). Penggunaan komputer ini ternyata tidak saja membantu dalam pengelolaan administrasi dalam pendidikan, tetapi juga dapat dijadikan sebagai media dalam proses pembelajaran. Pemanfaaatan komputer lebih berkembang dengan ditemukannya internet yang pada awalnya hanya digunakan untuk kepentingan militer di Amerika Serikat. Komputer yang terkoneksi dengan internet tidak saja menjadi media bahkan menjadi sumber (resources) dalam pembelajaran. Pengembangan pemanfataan komputer dalam proses pembelajaran terakhir menjadi multimedia merupakan suatu era baru dalam perkembangan media yang harus disambut secara positif. Perangkat komputer yang mampu menyajikan teknologi multimedia yang dapat menggabungkan berbagai media seperti teks, suara, gambar, numeric, animasi dan vidio dalam suatu software digital, telah mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indera dalam pembelajaran yaitu : pendengaran, penglihatan, dan sentuhan. Berdasarkan hasil beberapa penelitian anatara lain yang dilakukan oleh Munir yang dipublikasikan dalam jurnal Mimbar Pendidikan UPI No. 3 Thn 2003, didapatkan fakta bahwa penggunaan multimedia dalam proses pembelajaran telah memberikan kesan lebih mendalam dan meningkatkan motivasi belajar bagi siswa.
Teknologi komunikasi merupakan teknologi modern dalam bidang komunikasi dengan produk yang berupa peralatan elektronik dan bahan-bahan (sofware) yang disajikan telah mempengaruhi seluruh sektor kehidupan termasuk pendidikan dan teknologi komunikasi pendidikan itu mempunyai suatu manfaat dalam mempengaruhi dan mengetahui hal–hal yang ada di sekitar dan diperuntukan kepada orang lain secara timbal balik, sehingga mampu untuk memecahkan suatu masalah dalam kehidupan seperti halnya di indonesia sarana yang cukup memadai dalam teknologi komunikasi adalah media radio, televisi dan lain–lain. Teknologi komunikasi dapat digunakan untuk menimbulkan kepekaan terhadap keadaan, nasip serta malapetaka yang menimpa pada suatu daerah, dengn adanya media teknologi komunikasi maka keadaan yang demikian dapat menimbulkan suatu respon dan rasa solidaritas (kesetiakawan) kepada orang lain apabila dalam pendidikan khuusnya pendidikan formal maka teknologi komunikasi seperti media komunikasi yang dijadikan pelengkap untuk menambah intlektual dan emosianal dalam pendidikan misal: OHP video, televisi maka selain itu haruslah ada teknologi kemunikasi yang lebih sentral atau menjadi pusat pengembangan dan pemahaman bagi anak didik yaitu seorang pendidik (guru) yang dapat memberikan suatu pesan atau amanah dalam menjadikan akan didik lebih dewasa, maka dari itu kami disini akan membahas tentang manfaat dari teknologi dalam pengembangan pendidikan.
Komunikasi berasal dari bahasa latin : Communicatee yang berarti memberitahukan, berpartisipasi atau menjadi milik bersama, misalnya komunikasi diartikan : proses menyebarkan informasi, berita, pesan, pengetahuan atau nilai-nilai dengan maksud menggunakan partisipasi agar hal-hal yang disampaikan itu menjadi milik bersama antara komunikator (orang yang menyampaikan pesan) dan kemunikasi (orang yang menerima pesan).
Komunikasi dapat diartikan menjadi empat yaitu :
1. Penerapan praktis merupakan suatu yang sudah diolah dan siap dipakai oleh para pelaksana dan penerima pendidikan tenru saja pada tingkatan dan tanggung jawab yang berbeda. Misalnya menerapkan produk elektronika seperti komputer, radio dan lain-lain dalam belajar mengajar.
2. Prinsip dan penemuan ilmu komunikasi baik pada diri manusia maupun pada mesin (peralatan) tetapi dalam pengertian “man machine system”
3. Efisien dan efektif berarti dalam aplikasi prinsip dan penemuan itu tidak semata-mata merupakan komponen tambahan melainkan yang mempunyai peranan khusus dan menentukan adanya perubahan peranan pada komponen yang lain. Misal : tidak ada sekedar membantu guru (sebagai alat bantu mengajar yang sering kali hanya dipajang didepan kelas) melainkan menunjang guru dengan pedoman dan syarat penggunaan tertentu
4. Proses pendidikan, bukan hanya yang berlangsung didalam kelas atau
didalam sekolah saja melainkan yang berlangsung pada semua tingaktan (level) yaitu mulai dari proses kurikulum, perencanaan pengajaran sampai pelaksanaan interaksi dalam belajar.
Komunikasi memegang peranan penting dalam pendidikan agar komunikasi antara guru dan siswa berlangsung baik dan informasi yang disampaikan guru dapat diterima siswa, guru perlu menggunakan media pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar melalui media terjadi bila ada komunikasi antara guru (sumber) dan murid (penerima).
Selender (s)/sumber yaitu orang yang melakukan komunikasi atau memberi pesan. Message (m) yaitu isi pesan yang diberikan oleh sumber kepada penerima pesan. Sedangkan penerima pesan disebut reciver dan dilambangkan dengan R. Dalam proses itu sendiri baru terjadi setelah ada reaksi umpan balik (feed back) dalam hal ini penerima pesan (R) berubah fungsi sebagai selender sedangkan sumber menjadi receiver atau penerima pesan. Dalam proses / konsep teknologi pendidikan, tugas media bukan hanya sekedar mengkomunikasikan hubungan antara sumber (pengajar) dan sipenerima (si anak didik), namun lebih dari itu merupakan bagian yang integral dan saling mempunyai keterkaitan antara komponen yang satu dengan yang lainnya, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.
Pola-pola komunikasi dalam interaksi belajar mengajar (pendidikan) Pola komunikasi dalam interaksi pendidikan dibagi menjadi 2 bagian:
(1). Pola komunikasi satu arah
Seorang guru sebagai pusat belajar mengajar (teacher centered), guru menyampaikan pelajaran dengan berceramah sianak didik mendengarkan dan mencatat (si anak didik pasif) gurulah yang merencanakan, mengendalikan dan melaksanakan segala sesuatu.
Tapi pola ini banyak kelemahan dibanding keuntungan, kelemahanya : suasana kelas kaku, guru cenderung otoriter sebab hubungan guru dengan si anak seperti majikan dengan bawahan, mengerti atau tidak mengertinya si anak didik tidak dengan cepat diktehu guru dan guru akan berbicara terus menerus.
(2). Pola komunikasi dua arah
Pada pola ini sianak didik memperoleh pengetahuan didalam kelas di bawah bimbingan guru atau dengan bantuan tenaga temannya sendiri, terjadilah suatu proses saling bertukar pikiran atau saling membero informasi yang mematangkan si anak didik dalam segala perbuatan belajar. Pola komunikasi dua arah ini terbagi menjadi 3 yaitu:
(a). Jalur dua arah guru dan anak didik Si anak punya kesempatan untuk bertanya, mengajukan hadapan, keberatan atau tidak setuju tentang apa-apa yang disampaikan kepadanya, tentang apa-apa yang terjadi dalam proses belajar mengajar.
(b). Jalur dua arah guru-anak didik dan anak berdampingan
Jalur ini lebih memberi kesempatan lagi kepada anak didik tidak hanya kepada guru dia menanyakan dan mengemukakan pendapatnya, akan tetapi juga kepada teman-teman yang duduk di kiri-kanannya.
(c). Jalur dua arah guru anak didik dan antara anak didik
Ini dapat menghasilkan hasil belajar yang lebih berarti lebih berdaya guna, lebih berhasil guru pada diri anak didik dan masyarakat karena memberi kesempatan lagi pada anak didik dan masyarakat karena memberikesempatan lagi pada anak didik untuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya tidak hanya kepada guru akan tetapi juga dapat antar anak didik. Dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan anak didik, guru/ pengajar haruslah tahu kriteria/karakteristik dari anak didiknya karena setiap individu itu mempunyai perbedaan adanya itu karena pengaruh:
1. Pembawaan yaitu kepantasan intelegensi urat saraf dan benrtuk tubuh
2. Lingkungan yaitu pengaruh dari luar yang mempengaruhi perkembangan anak. Misal: ekonomi keluarga, masalah keluarga.
Selain pada pendidikan yang berkisar verbal maka ada bentuk-bentuk komunikasi lain yang bersifat non-verbal yang tidak kalah pentingnya untuk proses pendidikan/ pembelajaran yang bersifat formal, yaitu:
(1). Para bahasa (paralanguage), komunikasi yang menggunakan, nada suara intonasi atau yang menyampaikan “pesan khusus”
(2). Bahasa tanda (sign language), komunikasi yang menggunakan segala macam kodifikasi untuk mengganti biloangan tanda-tanda baca: kata-kata, menggunakan bahasa rambu
(3). Bahasa perbuatan (action language), komunikasi yang menggunakan isyarat, ekspresi wajah dan gerakan-gerakan
(4). Bahasa obejek (objek language), komunikasi yang menggunakan benda-benda tertentu yang mempunyai makna tertentu
(5). Takfil (tacfil), komunikasi yang menggunakan rabaan atau pegangan
Dari bentuk-bentuk komunikasi tersebut menunjukkan bahwa komunikasi dapat bersifat abstrak dan bersifat konkret tergantung pada media yang digunakan.
Didalam teknologi kominikasi yang penerapannya dalam pendidikan banyak sekali aktivitasnya yaitu :
-fasilitas dan media yang mengentarai transaksi dan informasi
- metode pendidikan dimana fasilitas dan media merupakan komponen
Integral
- serangkaian pilihan yang menghendaki adanya
a. Perubahan fisik kelas
b. Hubungan guru dan murid yang tidak langusng, artinya: bahwa ada
media pelengkap untuk memberi suatu pengetahuan lebih dalam
menangkap mata pelajaran.
c. Aktiviras murid yang relatif independent di kontrol guru
d. Tenaga pembantu guru (juru ajar/para guru profesional)
e. Perubahan peranan dan kecakapan guru yang diperlukan
Kita lihat dari teknologi komunikasi yang non verbal dan sepertinya bias digunakan dalam komunikasi instruksional, komunikasi instruksional emr subset dari komunikasi secara keseluruhan yang bersifat metodis-teoritis, maksudnya kajian atau garapannya berpola tertentu sehingga akhirnya bisa diterapkan untuk kepentingan dilapangan, adapun manfaat adanya komunikasi instruksional yaitu: efek perubahan tingkah laku yang terjadi, sehingga hasil tindakan komunikasi instruksional bisa dikontrol atau dikendalikan digunakan baik misal : vidio dalam pengajaran, komputer untuk mengembanagkan ilmu yang lebih maju, tapi komunikasi instruksional juga lebih ditekankan kepada pola perencanaan dan pelaksanaan secara operasional yang didukung oleh teori-teori untuk keberhasilan efek perubahan perilaku pada pihak sasaran pelaksanaan tersebut yaitu : guru, dosen, penyulung, pembimbing.
Hambatan-hambatan yang terjadi dalam pengembangan teknologi komunikasi pendidikan dipengaruhi aspek internal dan juga aspek eksternal, dan pada aspek internal yaitu ada beberapa faktor:
Hambatan pada sumber yaitu komunikator/guru
- Hambatan kejiwaan/psikologis yaitu simpati, ketidak senangan, benci
- Hambatan bahasa yaitu gangguan sematik yang berhubungan digunakan arti kata salah (bahasa/kata-kata yang belum dipahami)
- Perbedaan pengalaman yaitu gangguan pada masalah kehidupan (penyampaian dari komunikator apa yang disampaikannya tentu tidak sebaik mereka yang mempunyai keahlian yang baik (kecongkakan, kurang motivasi, kurang pergaulan)
- Hambatan pada media/alat komunikasi
- Hambatan/gangguan pada saluran terjadi karena adanya ketidakberesan pada saluran komunikasi atau pada suasana sekitar berlangsungnya proses komunikasi dalam pendidikan
Misalnya gangguan suara, tidak jelas/sakah teknis, gambar tidak jelas, dan lain-lain.
- Hambatan pada komunikan terjadi pada pihak komuniktor atau pengajar dan media/saluran tetapi pihak sasaran pun bisa berpeluang untuk menghambat bahkan kemungkinan lebih besar dari yang lain (timbul kecurigaan) (menurut Cawley, 1982)
Secara umumnya; Hambatan dalam komunikasi yang ditemui dalam proses belajar mengajar antara lain:
1. Verbalisme, dimana guru menerangkan pelajaran hanya melalui kata-kata secara lisan (anak didik pasif)
2. Perhatian yang bercabang yaitu perhatian murid tidak terpusat pada informasi yang disampaikan guru, tetapi bercabang perhatian lainnya.
3. Kekacauan penafsiran, terjadi disebabkan adanya tangkap murid sehingga sering terjadi istilah-istilah yang sama diartikan berbeda-beda.
4. Tidaka adanya tanggapan, yaitu murid-murid tidak merespon aktif apa yang disampiakan oleh guru, sehingga tidak terebntuk sikap yang diperlukan. Disini proses pemikiran tidak terbentuk sebagaimana mestinya.
5. Kurang perhatian, disebabkan prosedur dan metode pengajaran kurang bervariasi, sehingga penyampaian informasi yang “monoton’ emnyebabkan kebosanan murid
6. Kaadaan fisik dan lingkungan yang mengganggu, misal obyek nyg terlalu besar atau terlalu kecil, gerakan yang terlalu cepat atau terlalu lambat,dan obyek yang terlalu kompleks serta konsep yang terlalu luas,sehingga menyebapkan tanggapan murit menjadi mengambang.
7. Sipat pasip anak didik yaitu tidak bergairahnya siswa dalam mengikuti pelajaran disebapan kesalahan memilih teknik komunikasi dalam pendidikan/ pengajarannya.
Untuk mengatasi hambatan di atas ada beberapa pelancar komunikasi, memperlancar itu dengan halnya:
1. Kepercayaan/kredibilitas.
2. Kewenangan yang adil.
3. Kewibawaan.
4. Kondisi tehnik yang baik.
5. Penguasaan sematik/bahasa yang baik.
6. Status sosial seseorang guru yang baik dan profesional.
7. Menghindari lambang-lambang yang belum di pahami oleh
penerima pesan.
8. Penyajian yang di persiapkan secara mantap.
9. Usaha untuk mengatasi ferbalisme ialah penggunaan media sec
secara terinterigrasi dalam proses belajar mengajar, karena
fungsi media dalam kegiatan tersebut disamping sebagai
penyaji, stimulus informasi, sikap dan lain-lain, untuk
meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi.
Manfaat teknologi komunikasi dalam pendidikan. Masuknya teknologi komunikasi pendidikan dalam garis besarnya akan mempengaruhi strategi pengembangan kurikulum pola interaksi pendidikan dan lahirlah berbagai bentuk lembaga pendidikan, dalam hal ini media mempunyai peranan penting yang di laksanakan secara menyeluruh yaitu:
1. Sumber media berupa orang saja ( kebanyakan terjadi pada madrasah sekarang ini) dalam pola interaksi ini guru kelas memegang penuh kendali atas berlangsungnya pengajaran dan bahkan pendidikan.
2. Sumber berupa orang yang di bantu oleh sumber lain, maka guru masih
memegang kontrol hanya saja tidak mutlak, karena dia dibantu oleh sumber lain.
3. Sumber orang bersama sumber lain berdasarkan suatu pembagian tanggung jawab (terdapat kontrol bersama) misalnya media mengontrol penyajian informasi serta efektifitas penerimaan pesan sedang guru kelas mengontrol disiplin dan kegairahan belajar.
4. Sumber lain/ media tanpa sumber berupa orang, keadaan ini terjadi dalam suatu pembelajaran melalui media, tetapi pelu diingat bahwa media tidaklah mendidik, media dipakai oleh guru untuk mencapai pengembangan anak didik. Berbagai bentuk lembaga pendidikan dapat lahir sebagai pengaruh tekkom, kelembagaan sistem belajar jarak jauh(BJJ) misalnya : merupakan suatu bentuk kelembagaan baru dibanding dengan bentuk yang sudah kita kenal semula. Pertumbuhan ke arah bentuk baru, secara teoritis dapat menuju ke arah terciptanya suatu ”jaringan belajar” (tearning network) yang tidak lagi merupakan suatu lembaga pendidikan, melainkan suatu suasana dimana sumber belajar dalam arti luas, tersedia untuk siapa saja yang mempunyai hasrat belajar. Pemanfaatan tekkom yang tampak secara nyata yaitu media/ alat. Media ini tidak terbatas pada yang dipersiapkan oleh guru kelas sendiri, melainkan yang lebih penting dipersiapkan oleh tiem pembelajaran yang terdiri ahli-ahli dalam bidangnya masing-masing pengajar .
Di lihat dari segi penggunaan media ada tiga kecenderungan untuk penggunaan media yaitu:
a. Dipakai secara massa yang meliputi radio, televisi, teleblackboard.
b. Dipakai dalam kelakuan, baik kecil maupun besar seperti:proyektor film
bingkai, overhead , kaset video, kaset suara.
c. Dipakai secara individual seperti mesin belajar misalnya komputer.
Kecenderungan/manfaat pendayagunaan telkom pada saat ini meliputi
5 kebutuhan sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu pelajaran secara langsung
2. Melatih, menatar guru
3. Memperluas jangkauan madrasah
4. Pendidikan dasar dan buta huruf
5. Pendidikan orang dewasa dan pembangunan masyarakat
Dalam dunia pendidikan teknologi komunikasi itu sedemikian penting peranannya dalam proses pendidikan dan belajar mengajar, karena itu efektivitasnya harus menjadi perhatian serius para praktisi pendidikan terutama guru. Agar proses komunikasi lebih efktif dan dengan demikian tujuan pendidikan tercapai secara optimal. Dan alat komunikasi juga penting sebagai pelengkap untuk mencapai pengembangan intelektual dan kreativitas anak didik dan hanya media yang akan mengontrol penyajian informasi bagi anak didiknya pula dan guru juga sebagai sumber sentral agar dapat memberi suatu pengetahuannya.
Memperhatikan berbagai kenyataan di atas maka penulis berpendapat bahwa pendidikan agama juga sudah saatnya untuk memanfaatkan erbagai media yang telah ada. Penggunaan media pembelajaran bagaimanapun canggihnya tentunya tidak akan berarti banyak apabila tidak ditunjang dengan kecakapan guru dan perencanaan guru dengan baik. Maka guru agama dalam perspektif ke depan juga dituntut untuk mengenal bahkan harus mampu mengoperasiolakan produk-produk teknologi yang dapat dijadikan sebagai media dalam pembelajaran sperti computer dan alat bantu audio visual lainnya.
Akan tetapi bagaimanapun canggihnya media pembelajaran tentu saja tidak mampu menggantikan figure guru. Figur guru yang arif, bijaksana, lembut dan penuh kasih saying dalam menyampaikan materi pelajaran.Guru yang demikian mampu menyemtuh qalbu anak didiknya sehingga akan meninggalkan kesan yang sangat mendalam bahkan sampai jauh setelah anak didiknya menamatkan pendidikannya. Benarlah apa yang dikatakan oleh Al-Ghazali bahwa inti dari endidikan adalah menajamkan qalbu. Dengan kata lain yang menjadi sasaran dalam pendidikan adalah hati selain rasio. Dalam konteks ini tentunya hubungan batin antara guru dan murid santalah penting. Hubungan batin ini akan tercipta dengan sendirinya manakala adanya keikhlasan anatara keduanya. Guru yang ikhlas memberikan ilmunya atau memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengembangkan segala potensinya dan siswa mau menerima secara ikhlas (siap secara psikis) menerima bimbingan dan arahan dari guru.

Kesimpulan
Keberhasilan Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran penting di sekolah baik pada jenjang pendidikan dasar maupun pendidikan menengah terlebih pada madrasah yang menjadikan islam sebagai cirri khasnya sangat dipengaruhi oleh strategi pembelajaran yang dilakukan guru. Selain penggunaan multi metode dalam proses pembelajaran, guru agama saat ini juga harus memanfaatkan berbagai media yang saat ini telah tersedia dalam berbagai bentuk dan jenisnya di pasaran, mulai dari yang jenis dan bentuknya sederhana sampai kepada multimedia (berbasiskan computer).
Kreatifitas guru dalam proses pembelajaran di kelas yakni menggunakan multi metode, memanfaatkan dan memberdayakan media ditunjang dengan penciptaan suasanan religius di lingkungan sekolah dan keteladanan guru diharapkan mampu meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa.











DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, , Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Indonesia, Kencana, Jakarta : 2003

Ahmad Rofiq, Urgensi Pemanfaatan Media Pembelajaran Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Conciencia (Jurnal Pendidikan Islam), Bandung:2007

Asnawir, Media Pendidikan, Ciputat Pers, Jakarta : 2002.

Asnawir dkk, Media Pembelajaran, Cipta Pers, Jakarta, 2002.

Atho Mudzhar, Pengembangan Masyarakat Multikultural Indonesia dan Tantangan ke Depan, Makalah Lokakarya Nasional Pengembangan Jaringan dan Kerjasama Pondok Pesantren Se- Sumatra, Palembang:2005

Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2002.

Benni Agus Pribadi, Media Pendidikan, Universitas Terbuka, Jakarta: 1996.

Chabib Thoha, PBM-PAI di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 1998.

Dawit, M. Yusuf, Komunikasi pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung: 1990.

Deliar Noer & Iskandar Alisyahbana, Perubahan Pembaruan dan Kesadran menghadapi Abad ke 21, Dian Rakyat,Jakarta : 1993.

Fahmi Amhar, http://kalam.downloadfan.net Powered by Joomla! Generated: Diakses 26 February, 2009.

Ishak Abdulhak, Rancang Bangun Konsep Teknologi Pendidikan, Makalah Workshop Pengembangan Teknologi Pendidikan, SPS UPI, Bandung : 2006

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sejolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Rajawali Persa, Jakarta :2007.

Muhamad Maftuh Basyuni, Pendidikan Islam Berbasis Teknologi, Republika, Jakarta: 2009.

Muniir, Penggunaan Teknologi Multimedia Terhadap Motivasi Belajar Anak-anak Prasekolah dalam Pembelajaran Literasi, Jurnal Mibar Pendidikan Upi No 3, Bandung : 2003



Nana Sudjana, Media Pendidikan, Sinar Baru, Bandung: 1990.

Oemar Hamalik, Media Pendidikan, Citra ADitya Bakti, Jakarta 1989.

S. Nasution, Teknologi Pendidikan, Jemars, Bandung: 1983.

Sudarman Danim, Media Komunikasi Pendidikan, Bumi Akasara, Jakrta : 1995.

UURI Nomor 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, CV. Cemerlang,Jakarta 2004.

Yusuf Hadimiarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Kencana, Jakarta : 2004.

Zahara Idris, Dasar-Dasar Pendidikan, Angkasa Raya, Padang: 1981.









MAKNA DAN FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Pendahuluan
Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang sangat penting yang menjadikan Islam sebagai ciri khas dalam pendidikannnya. Hingga saat ini Pendidikan Agama Islam masih dihadapkan pada tantangan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar mampu berkiprah dalam kehidupan masyarakat modern. Studi kualitas tentang bidang studi Pendidikan Agama Islam menunjukkan beberapa kelemahan, baik dilihat dari proses maupun hasil belajar antara lain dalam aspek metodologis. Dalam proses pembelajaran di kelas pendekatan ekspositoris sangat dominan selama proses belajar
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasahalan yang kurang menyenangkan. Seperti halnya proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah saat ini masih sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.” Hanya sedikit yang arahnya pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru masih dominan ceramah. Proses internalisasi tidak secara otomatis terjadi ketika nilai-nilai tertentu sudah dipahami oleh siswa. Artinya, metode ceramah yang digunakan guru ketika mengajar Pendidikan Agama Islam berpeluang besar gagalnya proses internalisasi nilai-nilai agama Islam pada diri siswa, hal ini disebabkan siswa kurang termotivasi untuk belajar materi Pendidikan Agama Islam.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Dalam system pendidikan modern, fungsi guru sebagai penyampai pesan-pesan pendidikan tampaknya perlu dibantu dengan media pendidikan, agar proses belajar mengajar pada khususnya dan proses pendidikan pada umumnya dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Hal itu disebabkan antara lain, materi pendidikan yang akan disampaikan semakin beragam dan luas mengingat perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat. Dewasa ini guru bukanlah satu satu-satunya sumber belajar dan penyampai pesan-pesan pendidikan sebagaimana pernah terjadi sebelum tahun lima puluhan. Mulai tahun itu teori komunikasi social mulai masuk ke dalam pendidikan, terutama alat Bantu pandang dengar atau audio visual aid dan telah mulai digunakan dalam penyampaian pesan-pesan pendidikan. Media pendidikan ini tidak saja sebagai alat Bantu pendidikan, juga berfungsi sebagai penyalur pesan-pesan pendidikan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan terutama di bidang telekomunikasi dan teknologi abad ini terjadi dengan begitu cepatnya. Pada masa yang akan datang menurut prediksi para ahli (futurist) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan lebih pesat lagi bahkan semakin tidak terkendali.
Menurut Nana Syaodih yang dikutif oleh Ahmad Rofiq, perkembanagan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang komunikasi-informatika tersebut telah membawa berbagai perubahan mendasar dalam bidang pendidikan. Kalaupun pendidikan dulu telah menngunakan teknologi, tetapi teknologinya, masih sangat sederhana seperti penggunaan papan tulis, kapur grip atau buku. Maka seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat maka teknologi yang digunakan dalam pendidikan merupakan teknologi maju seperti audio video cassette, overhead projector, film slide, televisi, tape recorder, computer bahkan saat ini pembelajaran telah, menggunakan CD-ROOM dan Internet.
Penggunaan berbagai media yang merupakan produk teknologi tersebut dirasakan sangat membantu penyelenggaraan pendidikan utamanya dalam proses belajar dan mengajar. Kegiatan belajar mengajar berjalan lebih dinamis, efektif dan lebih berkesan bagi siswa. Yang lebih maju lagi dalam pemanfaatan produk teknologi dalam pendidikan adalah berkembangnya system pembelajaran dengan elektronik yang dikenal dengan e-learning.
Pendidikan kita belum optimal, dan ini disinyalir karena belum digunakannya metode pendidikan kontemporer, termasuk teknologi pendidikan mutakhir. Teknologi pendidikan lebih sering dipahami secara konvensional dengan lab-lab yang relatif mahal dan akibatnya tidak terjangkau oleh mayoritas sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi.
Di Semarang , Menteri Agama (Menag), Muhammad Maftuh Basyuni, mendukung pengembangan pendidikan Islam berbasis teknologi selama berada dalam kerangka keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT.
''Dalam era perkembangan sains dan teknologi, umat Islam harus memanfaatkan teknologi agar dapat menghadapi dan melakukan proses transformasi,'' kata Maftuh di Semarang. Pola pendidikan Islam zaman dahulu, lanjutnya, sangat anti dengan semua yang berbau Barat. ''Jangankan persoalan teknologi, memakai celana panjang saja saat itu tidak diperbolehkan karena identik dengan penjajah (bangsa Barat),'' katanya. Ia menjelaskan, pola pendidikan tersebut benar jika dilihat dalam konteks zaman dahulu. ''Saya sangat memahami, karena bertujuan untuk membangkitkan semangat patriotisme dalam usaha mengusir penjajah dari Tanah Air,'' tutur Maftuh.
Akan tetapi, pola pendidikan tersebut kini dianggap tidak sesuai lagi untuk diterapkan. ''Kita harus melakukan perubahan untuk menghadapi arus transformasi sosial budaya dengan cara yang kreatif,'' katanya.
Di atas itu semua, teknologi pendidikan Islam seharusnya juga dibuat dengan memperhatikan prinsip-prinsip Islam, seperti kesederhanaan dan kemudahan. Jadi akan kontradiktif ketika teknologi pendidikan islam ini justru jadi tidak terjangkau oleh mayoritas umat karena dia terlalu canggih dan mahal.
Karena itu pertimbangan dasar teknologi pendidikan yang tepat harus juga melihat calon penggunanya. Di pedesaan yang sederhana, teknologi berbasis bahan lokal tentu lebih disukai. Namun di perkotaan di mana tersedia listrik, komputer dan akses internet, teknologi interaktif berbasis komputer atau web mungkin menjadi alternatif yang lebih baik dan termurah.
Disisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan semakin tidak terkendali tersebut telah memicu pesatnya perubahan di bidang sosial dan budaya. Masyarakat kita saat ini benar-benar dihdapkan dengan berbagai perubahan dan salah satu ciri utama dari perubahan yang terjadi dalam masyarakat kita dan masyarakat dunia adalah pesatnya perubahan sosial dan budaya. Perubahan tersebut terjadi begitu pesat sehingga lembaga-lembaga yang ada termasuk lembaga pendidikan dan keagamaan seolah-olah merasa kewalahan untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan itu. Bahkan sebagai bentuk antisipasi terhadap perubahan-perubahan tersebut telah muncul pula bentuk-bentuk lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi baru.
Globalisasi dan pasar bebas elah membawa kita pada perubahan-perubahan yang tidak menentu dan kita benar-benar telah berada dalam suana yang penuh dengan ketidak pastian. Mengibaratkan sebagai nelayan di lautan lepas yang sangat mungkin dapat tersesat apabila tidak memiliki kompas sebagai pedoman untuk bertindak dan mengarunginya dan kompas itu adalah agama. Dalam suasana kehidupan yang semakin kompleks dan penuh ketidakpastian ini menyebabkan manusia mudah mengalami stress sementara sebagian lagi hanya menjadi budak materi (hamba dunia). Tanpa agama manusia tidak akan hidup tentram dan akan selalu berubah sesuai mengikuti perubahan-perubahan yang juga tidak jelas arahnya kemana (unpredictabylity). Oleh karena itu pendidikan agama dan moral (akhlaq) harus menjadi prioritas, terlebih negara kita sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam (85%). Pendidikan agama dan moral (aklaq) harus menjadi tanggung jawab bersama yaitu keluarga (pendidikan informal), sekolah (formal) dan masyarakat (non formal).
Pendidikan nasional kita diharapkan mampu menciptakan SDM yang tidak saja memiliki intelektual tinggi (unggul dalam akademis) tetapi juga memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (religius), atau sering disebut manusia seutuhnya yang memiliki imtaq dan iptek. Ini tercermin dari tujuan pendidikan nasional kita dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yitu : ”untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manuai yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklhlaq mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Melalui pendidikan agama inilah nilai-nilai kehidupan yang dilandasi oleh nilai-nilai agama masuk (incliude) ke dalam pribadi siswa sehingga nilai-nilai tersebut akan terinternalisasi sebagai kebutuhan dasar (basic needs) yang diperlukan oleh siswa. Dalam pendidikan agama ini menginagt pentingnya keberadaan moralitas atau akhlaq, maka seyogyanya substansi nilai-nilai akhlaq memilki tempat tersendiri dalam pelajaran di sekolah baik pola tingkat dasar maupun menengah. Pendidikan akhlaq atau moral ini tidak cukup diukur hanya dari seberapa jauh anak menguasai hal-hal yang bersipat kognitif atau pengetahuan mengenai akhlaq,ajaran-ajaran agama, dan ritus-ritus keagamaan semata. Yang lebih dari pendidikan moral atau akhlaq ini adalah seberapa jauh nilai-nilai keagamaan tersebut tertanam dalam jiwa anak dan seberapa jauhnilai-nilai keagamaan tersebut dimanifestasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Perwujudan dari nilai-nilai keagamaan tersebut dimanifestasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Perwujudan dari nilai-nilai tersebut dalam tingkah laku sehari-hari akan melahirkan akhlaqul karimah.
Pendidikan kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan, serta keterbatasan bahan-bahan bacaan keagamaan. Buku-buku paket keagamaan yang ada belum memadai kesadaran beragama, memberikan ketrampilan fungsional keagamaan dan mendorong prilaku bermoral dan berakhla mulia pada peserta didik.aLitbang Agama dan Diklat keagamaan tahun 2002 didapatkan bahwa merosotnya moral dan akhlaq peserta didik disebabkan antara lain karena kurikulum pendidikan agama yang terlalu padat materi, dan materi tersebut lebih mengedepankan aspek pemikiran dari pada kesadaran keberagamaan yang utuh. Selain itu menurut hasil penelitian tersebut, metodologi pendidikan agamagama merupakan masalah penting dan fundamental dalam kaitannya dengan budaya lokal suatu bangsa. Pendidikan agama merupakan suatu pembinaan terhadap pembangunan bangsa secara keseluruhan. Terwujudnya kehidupan masyarakat yang berpegang teguh pada moralitas merupakan salah satu hasil dari pendidikan agama.
Sementara pendidikan agama yang seharusnya memegang peran penting terutama dalam membentuk sikap mental (moralitas) pelajar yang diharapkan akan menjadi tunas-tunas bangsa ke depan, saat ini dikatakan belum berhasil bahkan ada yang menganggapnya telah gagal. Menurut hasil study Litbang Agama dan Diklat Keagamaan tahun 2002 didapatkan bahwa merosotnya moral dan akhlaq peserta didik disebabkan anatara lain karena kurikulum pendidikan agama yang metodologi pendidikan agama kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan, serta keterbatasan bahan-bahan bacaan keagamaan. Buku-buku paket keagamaan yang ada belum memadai kesadaran beragama, memberikan ketampilan fungsional keagamaan dan mendorong prilaku bermoral dan berakhlaq mulia pada peserta didik.
Pembahasan
A. Arti dan Fungsi Media Pendidikan
Media pendidikan merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid. Hal ini sangat membantu guru dalam mengajar dan memudahkan murid menerima dan memahami pelajaran. Proses ini membutuhkan guru yang professional dan mampu menyelaraskan antara media pendidikan dan metode pendidikan.
Kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan serta perubahan sikap masyarakat membawa pengaruh yang besar dalam bidang pendidikan. Hal ini mendorong setiap lembaga pendidikan untuk mengembangkan lembaganya lebih maju dengan memanfaatkan teknologi modern dan kemajuan ilmu pengetahuan sebagai media pembelajaran.
Dari pemikiran di atas sudah jelas media pendidikan itu berkaitan dengan kemajuan suatu pendidikan yang meliputi sebagai berikut :
Alat komunikasi selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan majunya ilmu pengetahuan . Kaitannya dengan media pendidikan mempunyai fungsi yang besar di berbagai kehidupan, baik di kehidupan pendidikan maupun dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan seni kebudayaan.
Dalam kehidupan pendidikan media komunikasi memberikan kontribusi yang besar dalam kemajuan maupun peningkatan mutu di suatu lembaga pendidikan. Dengan memakai media tersebut anak didik akan mudah mencerna dan memahami suatu pelajaran. Dengan demikian melalui pendekatan ilmiah sistematis, dan rasional tujuan pendidikan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Untuk mencapai pendidikan tersebut guru memberikan peran yang penting untuk menghantarkan keberhasilan anak didik, oleh karenanya dibutuhkan komunikasi yang baik antara guru dan murid, untuk menciptakan komunikasi yang baik dibutuhkan guru yang profesional yang mampu menyeimbangkan antara media pembelajaran dan metode pengajaran sehingga informasi yang disampaikan guru dapat diterima siswa dengan baik.
Jadi tugas media bukan sebagai sekedar mengkomunikasikan hubungan antara pengajar dan murid namun lebih dari itu media merupakan bagian integral yang saling berkaitan antara komponen satu dengan komponen yang lain yang saling berinteraksi dan mempengaruhi.

1. Arti Media Pendidikan
Media pendidikan tidak terlepas dari teknologi pendidikan, sehingga sebelum menguraikan pengertian media pendidikan perlu kita memhami arti dari teknologi pendidikan secara umum dan teknologi pendidikan islam secara khusus, dengan demikian, pendidikan teknologi adalah pendidikan untuk menumbuhkan technological-attitude (sikap benar berteknologi) dan technological-quotient (kecerdasan berteknologi) sehingga orang memiliki motivasi, inisiatif dan kreativitas untuk melek teknologi, merebut teknologi, dan mengembangkan teknologi. Sedang teknologi pendidikan adalah teknologi yang didesain untuk mendukung aktivitas pendidikan secara komprehensif. Aktivitas pendidikan adalah aktivitas untuk membentuk manusia seutuhnya, yakni yang memiliki kedalaman iman, kecerdasan akal, kepekaan nurani, keluasan wawasan, kebijakan sikap, kreativitas karya, kehalusan estetika, keberanian berjuang dan seluruh nilai-nilai positif lainnya.
Dengan memahami pokok masalah di atas, maka jelas bahwa posisi Islam di sini adalah untuk memberi arah dan nilai dari pendidikan, dan demikian pula teknologi pendidikan. Karena itu teknologi pendidikan Islam bukanlah sekedar teknologi untuk membantu siswa belajar shalat atau belajar membaca Qur’an, namun teknologi yang seluas pendidikan itu sendiri. Teknologi pendidikan Islam membuat siswa mudah memahami sains dan ilmu-ilmu apapun, mampu menghubungkannya dengan Sang Pencipta dan menyadari apa tujuan diciptakannya alam serta bagaimana sains itu dapat dimanfaatkan secara syar’i. Dia akan menguasai sains dalam pandangan hidup Islam. Teknologi ini mengakselerasi siswa mendapatkan tujuan-tujuan pendidikan, sehingga membantu mengatasi keterbatasan kemampuan guru, sempitnya ruang kelas, kekurangan buku dan terbatasnya dana.
Secara harfiah media diartikan “perantara” atau “pengantar”. AECT (Association for Educational Communication and Technology) mendefinisikan media yaitu segala bentuk yang digunakan untuk proses penyaluran informasi. Robert Hanick dan kawan-kawan (1986) mendefinisikan media adalah sesuatu yang membawa informasi antara sumber (source) dan penerima (receiver) informasi. Masih dalam sudut yang sama Kemp dan Dayton mengemukakan peran media dalam proses komunikasi sebagai alat pengirim (transfer) yang mentransmisikan pesan dari pengirim (sender) kepada penerima pesan atau informasi (receiver).
Sedangkan Oemar Hamalik mendefinisikan, media sebagai teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Media pembelajaran merupakan perantara atau alat untuk memudahkan proses belajar mengajar agar tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat atau metodik dan teknik yang digunakan sebagai perantara komunikasi antara seorang guru dan murid dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan pengajaran di sekolah.
2. Fungsi Media Pendidikan
Mengenai fungsi media itu sendiri pada mulanya kita hanya mengenal media sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar yakni yang memberikan pengalaman visual pada anak dalam rangka mendorong motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang komplek dan abstrak menjadi lebih sederhana, kongkret, mudah dipahami. Dewasa ini dengan perkembangan teknologi serta pengetahuan, maka media pembelajaran berfungsi sebagai berikut :
a. Membantu memudahkan belajar bagi siswa dan juga memudahkan pengajaran bagi guru.
b. Memberikan pengalaman lebih nyata (abstrak menjadi kongkret).
c. Menarik perhatian siswa lebih besar (jalannya tidak membosankan).
d. Semua indera murid dapat diaktifkan.
e. Lebih menarik perhatian dan minat murid dalam belaja
f. Dapat membangkitkan dunia teori dengan realitanya.
Dengan konsepsi semakin mantap fungsi media dalam kegiatan mengajar tidak lagi peraga dari guru melainkan pembawa informasi atau pesan pembelajaran yang dibutuhkan siswa. Hal demikian pusat guru berpusat pada pengembangan dan pengolahan individu dan kegiatan belajar mengajar.
Sebagai seorang pendidik fungsi dan kemampuan media sangat penting artinya. Media merupakan integral dari sistem pembelajaran sebagai dasar kebijakan dalam pemilihan pengembanan, maupun pemanfaatan.
Media pendidikan dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang gilirannya diharapkan mempertinggi hasil belajar yang hendak dicapai. Ada beberapa alasan media pembelajaran berkenaan dapat mempertinggi proses belajar siswa.
Pertama, berkenaan dengan manfaat media pembelajaran, sebagai berikut :
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motifasi belajar.
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami
dan dikuasa siswa
c. Metode pengajaran akan lebih variasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal.
d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengar uraian guru, tetapi juga punya aktifitas lain seperti
mengamati, merumuskan, melakukan dan mendemonstrasikan.
Kedua, penggunaan media pembelajaran dapat mempertinggi proses dan hasil belajar yang berkenaan dengan taraf pikir siswa. Berfikir siswa dimulai dari yang kongkret menuju yang abstrak, dari yang sederhana menuju yang abstrak, dari yang sederhana menuju yang komplek. Dalam hubungan ini penggunaan media pembelajaran berkaitan erat dengan tahapan-tahapan berfikir mereka sehingga tepat penggunaan media pembelajaran disesuaikan dengan kondisi mereka sehingga hal-hal yang abstrak dapat dikongkretkan.

Pendidikan kita belum optimal, dan ini disinyalir karena belum digunakannya metode pendidikan kontemporer, termasuk teknologi pendidikan mutakhir. Teknologi pendidikan lebih sering dipahami secara konvensional dengan lab-lab yang relatif mahal dan akibatnya tidak.
B. Bentuk Teknologi Pendidikan Islam.
Bentuk-bentuk teknologi pendidikan secara umum akan optimal bila
menggunakan seluruh aspek berpikir manusia. Manusia berpikir bila dia: (1) menerima informasi dunia realitas dari panca inderanya; (2) memasukkan informasi ke dalam otaknya; (3) mengolah / menghubungkan informasi itu dengan informasi yang tersimpan sebelumnya.
Karena itu teknologi pendidikan yang baik akan menggunakan (1) sebanyak mungkin jalur indera, setidaknya tekstual, visual, dan akustikal, namun tentunya lebih optimal lagi kalau juga indera penciuman, perasaan maupun perabaan; (2) sebanyak mungkin bagian otak, baik otak kiri yang bersifat analitis rasional, otak kanan yang bersifat intuitif-kreatif-emosional maupun bagian otak yang disebut God-Spot yang bertanggung-jawab atas perasaan spiritual; (3) membantu menghubungkan dengan informasi yang tersimpan sebelumnya atau yang pernah dialami atau dipelajari siswa.
Berikut ini adalah tiga contoh gagasan teknologi pendidikan Islam berbasis komputer guna mengajarkan suatu topik dalam (1) Fisika, (2) Biologi, (3) Ekonomi.
(1) Untuk mengajar fisika-mekanika, ditunjukkan film audio-visual berbagai peristiwa alam (air terjun, jatuhnya batu, pergerakan benda langit). Di akhir film disampaikan ayat Qur’an atau Hadits tentang alam semesta untuk menghubungkan intelektualitas dengan spiritualitas. Lalu ada teks dan rumus matematis yang menjelaskan fenomena itu, dan di beberapa tempat terdapat soal untuk menguji ingatan dan analisis pelajar. Di akhir kajian terdapat ayat yang mendorong pemanfaatan mekanika secara syar’i, dilanjutkan film aplikasi mekanika yang baru dipelajari (PLTA, peluncur roket untuk jihad, satelit), termasuk dampak bila aplikasi itu bertentangan dengan syari’at (banjir, teror atas bumi Islam, satelit mata-mata asing). Kemudian terdapat uji-kreatifitas untuk merangsang pelajar menerapkan ilmunya dalam simulasi. Seluruh sesi diakhiri dengan muhasabah untuk mengingatkan betapa kecilnya manusia, dan aplikasi teknologi apapun justru dapat mendatangkan bencana bila bertentangan dengan syari’at.
(2) Untuk mengajar biologi-lingkungan ditunjukkan film audio-visual berbagai jenis mahluk hidup (pohon, serangga, mamalia). Di akhir film disampaikan ayat Qur’an atau Hadits tentang kehidupan untuk menghubungkan intelektualitas dengan spiritualitas. Lalu ada teks dan yang menjelaskan fenomena itu, dan di beberapa tempat terdapat soal untuk menguji ingatan. Di akhir kajian terdapat ayat yang mendorong pemanfaatan ekologi secara syar’i, dilanjutkan film yang menunjukkan aplikasi ekologi yang baru dipelajari (reboisasi hutan, biopestisida, peternakan), termasuk dampak bila aplikasi itu bertentangan dengan syari’at (kerusakan hutan, hama, kepunahan bison). Kemudian terdapat uji-kreatifitas untuk merangsang pelajar menerapkan ilmunya dalam simulasi. Seluruh sesi diakhiri dengan muhasabah untuk mengingatkan betapa kecilnya manusia, dan aplikasi teknologi apapun justru dapat mendatangkan bencana bila bertentangan dengan syari’at.
(3) Untuk mengajar ekonomi perdagangan – yang berarti suatu realitas masyarakat manusia, ditunjukkan film audio-visual berbagai aktivitas manusia (jual-beli, kafilah dagang, bank). Di akhir film disampaikan ayat Qur’an atau Hadits tentang manusia yang menghubungkan intelektualitas ke spiritualitas. Lalu ada teks yang menjelaskan fenomena itu, ditambah beberapa ayat yang spesifik mengatur sistem ekonomi di masyarakat. Di beberapa tempat terdapat soal untuk menguji ingatan. Di akhir kajian terdapat ayat yang mendorong pemanfaatan ilmu ekonomi perdagangan secara syar’i, dilanjutkan film yang menunjukkan aplikasi ekonomi yang baru dipelajari (desain pasar, jaringan logistik, bank syari’ah), termasuk dampak bila aplikasi itu bertentangan dengan koridor syari’at (penipuan, penimbunan, jeratan hutang). Lalu terdapat uji-kreatifitas untuk merangsang pelajar menerapkan ilmunya dalam simulasi. Seluruh sesi diakhiri dengan muhasabah untuk mengingatkan betapa kecilnya manusia, dan ilmu apapun dapat mendatangkan bencana bila bertentangan dengan syari’at.
Memang perlu kerja keras untuk merealisasi material teknologi pendidikan Islam untuk segala jenis topik di semua jenis pelajaran. Namun upaya semacam ini akan menjadi mudah ketika ada dukungan masyarakat.
C. Peran media dalam Pembelajaran
Menurut Ensiclopedi of Educational Reseach, nilai atau manfaat media pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Meletakan dasar-dasar yang kongkret untuk berpikir sehingga mengurangi verbalitas.
b. Memperbesar perhatian siswa.
c. Meletakan dasar yang penting untuk perkembangan belajar oleh karena itu
pelajaran lebih mantap.
d. Memberikan pengalaman yang nyata.
e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan continue.
f. Membantu tumbuhnya pengertian dan dengan demikian membantu perkembngan bahas
g. Memebrikan pengalaman yang tidak diperoleh dengan cara yang lain.
h. Media pendidikan memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara guru dan murid.
i. Media pendidikan memberikan pengertian atau konsep yang sebenarnya secara realita dan teliti.
j. Media pendidikan membangkitkan motivasi dan merangsang kegiatan belajar
Menurut, Yusuf Hadimiarso, dalam bukunya Menyemai Benih Teknologi Pendidikan menjelaskan bahwa berbagai kajian teori maupun praktek menunjukan tentang kegunaan media dalam pembelajaran sebagai berikut :
a. Media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada otak kita, sehingga otak kita dapat berfungsi secara optimal. Penelitian yang dialakukan oleh Roger W. Sperry, Pemenang hadian nobel tahun 1984, menunjukan bahwa belahan otak sebelah kiri merupakan kedudukan tempat kedudukan pikiran yang bersifat verbal, rasional, analitikan dan konseptual. Belahan ini mengontrol wicara. Belahan otak sebelah kanan merupakan perlu diberikan rangsangan kedudukan pikiran visual, emosional, holistik, fisikal, spatial, dan kreatif. Belahan bagian kanan ini mengontrol tindakan. Pada suatu saat hanya salah satu belahan saja yang dominan. Rangsangan pada salah satu belahan saja secara berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan. Karena itu salah satu implikasi dalam pembelajaran ialah kedua belahan perlu diberikan rangsangan secara bergantian dengan rangsangan audio visual.
b. Media adapat mengatasi keterbatsan pangalaman yang dimiliki oleh para siswa. Pengalaman siswa itu berbeda-beda. Latar belakang keluarga dan lingkungannya menentukan pengalaman macam apa yang dimiliki oleh siswa. Perbedaan pengalaman anak dapat diatasi dengan media ini. Jika siswa tidak mungkin dibawa ke objek yang dipelajari, maka objeknyalah yang dihadirkan di hadapan siswa melalui media.
c. Media dapat melampaui batas ruang kelas. Bayak hal yang tidak mungkin untuk dialami di dalam ruang kelas secara langsung oleh para siswa. Misalnya karena objek terlalu besar misalanya candi, stasion dan lain-lain, atau terlalu kecil sehingga tidak bisa diamati dengan mata telanjang. Misalnya bakteri, protozoa dan lain sebagainya. Gerakan terlalu lambat, atau terlalu cepat. Bunyi-bunyi yang halus, objek terlalu kompleks dan alasan-alasan lain.
d. Media memungkinkan adanya interaksi secara langsung antara siswa dan lingkungannya.dan merangsang siswa untuk belajar.
e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan. Pengamatan yang dilakukan secara bersama-sama bisa diarahkan kepada hal-hal penting yang dimaksudkan oleh guru.
f. Media memabangkitkan keinginan dan minat baru bagi siswa.
g. Media membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar.
h. Media memberikan pengalaman yang integral dan meyeluruh dari sesuatu yang kongkrit maupun abstrak.
i. Media memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri.
j. Media meningkatkan kemampuan keterbacaan baru (new litercy) yaitu kemampuan untuk membedakan objek dan menafsirkan objek, tindakan dan lambang yang tampak baik alami maupun buatan manusia, yang terdapat dalam lingkungan.
k. Media mampu meningkatkan efek sosialisasi yaitu dengan meningkatkan kesadaran akan dunia di sekitarnya.
l. Media dapat meningkatkan kemampuan ekspresi dari guru maupun siswa.
Edgar Dale, secara jelas memberi penekanan terhadap pentingnya media pembelajaran, ini dapat dilihat dari pengalaman Dale (Come of Experience) :
a. Verbal Symbolis.
b. Visual Symbolis
c. Sgn, stick fihure.
d. Radio and recording.
e. Still picture.
f. Education television.
g. Exhibits.
h. Studi trips.
i. Demontrations.
j. Dramatized experience : plas, puppets, role plying.
k. Contrived experiences : models, mockups, simulation.
l. Direct puposefull experience.
Secara umum media mempunyai keguanaan :
a. Memeprid dengan sumber belajar.
b. Memperjelas pesan agar tidak verbalitas.
c. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indera.
d. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
e. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual audiotori dan kinestetiknya.
Karakteristik dan kemampuan masing-masing perlu diperhatikan oleh guru
agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Sebagai contoh, media kaset audio, merupakan media auditif yang mengajarkan topik-topik pembelajaran yang bersifat verbal seperti pengucapan (pronounciation) bahasa asing. Untuk pengajaran bahasa asing media ini tergolong tepat karena bila secara langsung diberikan tanpa media sering terjadi ketidaktepatanyang akurat dalam pengucapan pengulangan dan sebagainya. Pembuatan media kaset audio ini termasuk mudah, hanya membutuhkan alat perekam dan narasumber yang dapat berbahasa asing, sementara pemanfaatnnya menggunakan alat yang sama pula.
Mengapa perlu menggunakan media dalam pembelajaran ? Pertanyaan yang sering muncul mempertanyakan pentingnya media dalam sebuah pembelajaran. Kita harus mengetahui dahulu konsep abstrak dan kongkrit dalam poembelajaran, krena proses belajar mengajar hakekatnya adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan berupa isi/ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun non verbal, proses ii dinamakan encoding. Penafsiran simbol simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan deconding.
Adakalanya penafsiran berhasil, adakalanya tidak. Ketidakberhasilan dalam memahami apa yang didengar, dibaca, dilihat atau diamati. Ketoidakberhasilan atau penghambat dalam proses komunikasi dikenal dengan istilah barriers atau noise. Semakin banyak verbalisme semakin abstrak pemahamn yang diterima.
Kemajuan media komputer memberikan beberapa kelebihan untuk kegiatan produksi audio visual. Pada tahun-tahun belakangan komputer mendapat perhatian besar karena kemampuannya yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Ditambah dengan tekanologi jaringan dan internet, komputer seakan menjadi primadona dalam kegiatan pembelajaran. Tetapi dibalik kehandalan komputer sebagai media pembelajaran terdapat beberapa persoalan yang sebaiknya menjadi bahan pertimbangan awal bagi pengelola pengajaran berbasis komputer.
a. Perangkat keras dan lunak yang mahal dan cepat ketinggalan jaman.
b. Teknologi yang sangat cepat berubah, sangat memungkinkan perangkat yang dibeli saat ini beberapa tahun kemudian akan ketinggalan jaman.
c. Pembuatan program ang rumit serta dalam pengoperasian awal perlu pendamping guna menjelaskan penggunaannya. Hal ini bisa disiasati dengan pembuatan modul pendamping yang menjelaskan penggunaan dan pengoperasian program.
Teknologi terkini dalam pendidikan adalah dikembangkannnya teknologi multimedia. Pengembangan pemanfaatan komputer dalam proses pembelajaran terakhir menjadi mutimedia merupakan suatu era baru dalam perkembangan media yang harus disambut secara positif. Perangkat komputer yang mampu menyajikan teknologi multimedia yang dapat menggabungkan berbagai media seperti teks, suara, gambar, numeriuc, animasi dan video dalam suatu software digital, telah mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indera dalam pembelajaran yaitu pendengaran, penglihatan dan sentuhan.
D. Pemanfaatan media dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjelang abad 21 telah
mendorong usaha-usaha untuk melakukan berbagai pembaharuan dalam memanfaatkan hasil teknnologi dalam dalam proses pembelajaran. Maka pembelajaran dalam perspektif ke depan adalah pembelajaran yang berbasiskan teknologi Informasi dan Komuniukasi (TIK). Pembelajaran dengan berbasiskan iptek yang semakin pesat, pembelajaran model ini telah menjadi kebutuhan bagi pendidikan secara global. Penggunaan media audio visual yang dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA) dalam proses pembelajaran dirasakan sangat membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran dengan yang diinginkan.
Penggunaan media dan teknologi dalam pembelajaran selain dapat memberi kontribusi terhadap pengetahuan dan ketrampilan siswa, juga membantu guru untuk mempermudah proses pembelajaran dan memperjelas materi yang dipelajari secara beragam dan lebih kongkrit sehingga memberi kesan lebih mendalam bagi siswa. Menurut hasil penelitian bahwa perbandingan pemerolehan hasil belajar melalui indera penglihatan dan indera pendengaran sangat menonjol perbedannya., memperkirakan bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75 %, melalui indera dengan 13 % dan melalui indera lainnya 13 %.
Yang dimaksud dengan media pembelajaran di sini adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Sedangkan pengertian yang lebih sederhana kita bisa melihat definisi yang diberikan leh gane da Briggs yang dikutif Azhar Arsyad, yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi dan juga komputer.
Diantara manfaat pembelajaran dengan menggunakan media pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas
b. Memperbesar perhatian peserta didik, meningkatkan gairah belajar, meningkatkan interaksi yang lebih langsung antar peserta didik dengan lingkungan.
c. Meletakan dasar-dasar penting untuk perkembangan belajar, sehingga pelajaran lebih mantap.
d. Memberikan pengalaman yang nyata sehingga dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan peserta didik menurut minat dan kemampuannya.
e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, hal ini terutama terdapat pada gambar hidup.
f. Mengatasai keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera.
g. Memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya.
h. Memberikan pengalaman yang integral dari sesuatu yang kongkret maupun abstrak.
i. Meningkatkan kemampuan ekspresi dari guru maupun siswa.
Pada akhir abad ke 20 telah pula digunakan komputer dalam dunia pendidikan
(Computer aided learning). Penggunaan komputer ini ternyata tidak saja membantu dalam pengelolaan administrasi dalam pendidikan, tetapi juga dapat dijadikan sebagai media dalam proses pembelajaran. Pemanfaaatan komputer lebih berkembang dengan ditemukannya internet yang pada awalnya hanya digunakan untuk kepentingan militer di Amerika Serikat. Komputer yang terkoneksi dengan internet tidak saja menjadi media bahkan menjadi sumber (resources) dalam pembelajaran. Pengembangan pemanfataan komputer dalam proses pembelajaran terakhir menjadi multimedia merupakan suatu era baru dalam perkembangan media yang harus disambut secara positif. Perangkat komputer yang mampu menyajikan teknologi multimedia yang dapat menggabungkan berbagai media seperti teks, suara, gambar, numeric, animasi dan vidio dalam suatu software digital, telah mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indera dalam pembelajaran yaitu : pendengaran, penglihatan, dan sentuhan. Berdasarkan hasil beberapa penelitian anatara lain yang dilakukan oleh Munir yang dipublikasikan dalam jurnal Mimbar Pendidikan UPI No. 3 Thn 2003, didapatkan fakta bahwa penggunaan multimedia dalam proses pembelajaran telah memberikan kesan lebih mendalam dan meningkatkan motivasi belajar bagi siswa.
Teknologi komunikasi merupakan teknologi modern dalam bidang komunikasi dengan produk yang berupa peralatan elektronik dan bahan-bahan (sofware) yang disajikan telah mempengaruhi seluruh sektor kehidupan termasuk pendidikan dan teknologi komunikasi pendidikan itu mempunyai suatu manfaat dalam mempengaruhi dan mengetahui hal–hal yang ada di sekitar dan diperuntukan kepada orang lain secara timbal balik, sehingga mampu untuk memecahkan suatu masalah dalam kehidupan seperti halnya di indonesia sarana yang cukup memadai dalam teknologi komunikasi adalah media radio, televisi dan lain–lain. Teknologi komunikasi dapat digunakan untuk menimbulkan kepekaan terhadap keadaan, nasip serta malapetaka yang menimpa pada suatu daerah, dengn adanya media teknologi komunikasi maka keadaan yang demikian dapat menimbulkan suatu respon dan rasa solidaritas (kesetiakawan) kepada orang lain apabila dalam pendidikan khuusnya pendidikan formal maka teknologi komunikasi seperti media komunikasi yang dijadikan pelengkap untuk menambah intlektual dan emosianal dalam pendidikan misal: OHP video, televisi maka selain itu haruslah ada teknologi kemunikasi yang lebih sentral atau menjadi pusat pengembangan dan pemahaman bagi anak didik yaitu seorang pendidik (guru) yang dapat memberikan suatu pesan atau amanah dalam menjadikan akan didik lebih dewasa, maka dari itu kami disini akan membahas tentang manfaat dari teknologi dalam pengembangan pendidikan.
Komunikasi berasal dari bahasa latin : Communicatee yang berarti memberitahukan, berpartisipasi atau menjadi milik bersama, misalnya komunikasi diartikan : proses menyebarkan informasi, berita, pesan, pengetahuan atau nilai-nilai dengan maksud menggunakan partisipasi agar hal-hal yang disampaikan itu menjadi milik bersama antara komunikator (orang yang menyampaikan pesan) dan kemunikasi (orang yang menerima pesan).
Komunikasi dapat diartikan menjadi empat yaitu :
1. Penerapan praktis merupakan suatu yang sudah diolah dan siap dipakai oleh para pelaksana dan penerima pendidikan tenru saja pada tingkatan dan tanggung jawab yang berbeda. Misalnya menerapkan produk elektronika seperti komputer, radio dan lain-lain dalam belajar mengajar.
2. Prinsip dan penemuan ilmu komunikasi baik pada diri manusia maupun pada mesin (peralatan) tetapi dalam pengertian “man machine system”
3. Efisien dan efektif berarti dalam aplikasi prinsip dan penemuan itu tidak semata-mata merupakan komponen tambahan melainkan yang mempunyai peranan khusus dan menentukan adanya perubahan peranan pada komponen yang lain. Misal : tidak ada sekedar membantu guru (sebagai alat bantu mengajar yang sering kali hanya dipajang didepan kelas) melainkan menunjang guru dengan pedoman dan syarat penggunaan tertentu
4. Proses pendidikan, bukan hanya yang berlangsung didalam kelas atau
didalam sekolah saja melainkan yang berlangsung pada semua tingaktan (level) yaitu mulai dari proses kurikulum, perencanaan pengajaran sampai pelaksanaan interaksi dalam belajar.
Komunikasi memegang peranan penting dalam pendidikan agar komunikasi antara guru dan siswa berlangsung baik dan informasi yang disampaikan guru dapat diterima siswa, guru perlu menggunakan media pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar melalui media terjadi bila ada komunikasi antara guru (sumber) dan murid (penerima).
Selender (s)/sumber yaitu orang yang melakukan komunikasi atau memberi pesan. Message (m) yaitu isi pesan yang diberikan oleh sumber kepada penerima pesan. Sedangkan penerima pesan disebut reciver dan dilambangkan dengan R. Dalam proses itu sendiri baru terjadi setelah ada reaksi umpan balik (feed back) dalam hal ini penerima pesan (R) berubah fungsi sebagai selender sedangkan sumber menjadi receiver atau penerima pesan. Dalam proses / konsep teknologi pendidikan, tugas media bukan hanya sekedar mengkomunikasikan hubungan antara sumber (pengajar) dan sipenerima (si anak didik), namun lebih dari itu merupakan bagian yang integral dan saling mempunyai keterkaitan antara komponen yang satu dengan yang lainnya, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.
Pola-pola komunikasi dalam interaksi belajar mengajar (pendidikan) Pola komunikasi dalam interaksi pendidikan dibagi menjadi 2 bagian:
(1). Pola komunikasi satu arah
Seorang guru sebagai pusat belajar mengajar (teacher centered), guru menyampaikan pelajaran dengan berceramah sianak didik mendengarkan dan mencatat (si anak didik pasif) gurulah yang merencanakan, mengendalikan dan melaksanakan segala sesuatu.
Tapi pola ini banyak kelemahan dibanding keuntungan, kelemahanya : suasana kelas kaku, guru cenderung otoriter sebab hubungan guru dengan si anak seperti majikan dengan bawahan, mengerti atau tidak mengertinya si anak didik tidak dengan cepat diktehu guru dan guru akan berbicara terus menerus.
(2). Pola komunikasi dua arah
Pada pola ini sianak didik memperoleh pengetahuan didalam kelas di bawah bimbingan guru atau dengan bantuan tenaga temannya sendiri, terjadilah suatu proses saling bertukar pikiran atau saling membero informasi yang mematangkan si anak didik dalam segala perbuatan belajar. Pola komunikasi dua arah ini terbagi menjadi 3 yaitu:
(a). Jalur dua arah guru dan anak didik Si anak punya kesempatan untuk bertanya, mengajukan hadapan, keberatan atau tidak setuju tentang apa-apa yang disampaikan kepadanya, tentang apa-apa yang terjadi dalam proses belajar mengajar.
(b). Jalur dua arah guru-anak didik dan anak berdampingan
Jalur ini lebih memberi kesempatan lagi kepada anak didik tidak hanya kepada guru dia menanyakan dan mengemukakan pendapatnya, akan tetapi juga kepada teman-teman yang duduk di kiri-kanannya.
(c). Jalur dua arah guru anak didik dan antara anak didik
Ini dapat menghasilkan hasil belajar yang lebih berarti lebih berdaya guna, lebih berhasil guru pada diri anak didik dan masyarakat karena memberi kesempatan lagi pada anak didik dan masyarakat karena memberikesempatan lagi pada anak didik untuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya tidak hanya kepada guru akan tetapi juga dapat antar anak didik. Dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan anak didik, guru/ pengajar haruslah tahu kriteria/karakteristik dari anak didiknya karena setiap individu itu mempunyai perbedaan adanya itu karena pengaruh:
1. Pembawaan yaitu kepantasan intelegensi urat saraf dan benrtuk tubuh
2. Lingkungan yaitu pengaruh dari luar yang mempengaruhi perkembangan anak. Misal: ekonomi keluarga, masalah keluarga.
Selain pada pendidikan yang berkisar verbal maka ada bentuk-bentuk komunikasi lain yang bersifat non-verbal yang tidak kalah pentingnya untuk proses pendidikan/ pembelajaran yang bersifat formal, yaitu:
(1). Para bahasa (paralanguage), komunikasi yang menggunakan, nada suara intonasi atau yang menyampaikan “pesan khusus”
(2). Bahasa tanda (sign language), komunikasi yang menggunakan segala macam kodifikasi untuk mengganti biloangan tanda-tanda baca: kata-kata, menggunakan bahasa rambu
(3). Bahasa perbuatan (action language), komunikasi yang menggunakan isyarat, ekspresi wajah dan gerakan-gerakan
(4). Bahasa obejek (objek language), komunikasi yang menggunakan benda-benda tertentu yang mempunyai makna tertentu
(5). Takfil (tacfil), komunikasi yang menggunakan rabaan atau pegangan
Dari bentuk-bentuk komunikasi tersebut menunjukkan bahwa komunikasi dapat bersifat abstrak dan bersifat konkret tergantung pada media yang digunakan.
Didalam teknologi kominikasi yang penerapannya dalam pendidikan banyak sekali aktivitasnya yaitu :
-fasilitas dan media yang mengentarai transaksi dan informasi
- metode pendidikan dimana fasilitas dan media merupakan komponen
Integral
- serangkaian pilihan yang menghendaki adanya
a. Perubahan fisik kelas
b. Hubungan guru dan murid yang tidak langusng, artinya: bahwa ada
media pelengkap untuk memberi suatu pengetahuan lebih dalam
menangkap mata pelajaran.
c. Aktiviras murid yang relatif independent di kontrol guru
d. Tenaga pembantu guru (juru ajar/para guru profesional)
e. Perubahan peranan dan kecakapan guru yang diperlukan
Kita lihat dari teknologi komunikasi yang non verbal dan sepertinya bias digunakan dalam komunikasi instruksional, komunikasi instruksional emr subset dari komunikasi secara keseluruhan yang bersifat metodis-teoritis, maksudnya kajian atau garapannya berpola tertentu sehingga akhirnya bisa diterapkan untuk kepentingan dilapangan, adapun manfaat adanya komunikasi instruksional yaitu: efek perubahan tingkah laku yang terjadi, sehingga hasil tindakan komunikasi instruksional bisa dikontrol atau dikendalikan digunakan baik misal : vidio dalam pengajaran, komputer untuk mengembanagkan ilmu yang lebih maju, tapi komunikasi instruksional juga lebih ditekankan kepada pola perencanaan dan pelaksanaan secara operasional yang didukung oleh teori-teori untuk keberhasilan efek perubahan perilaku pada pihak sasaran pelaksanaan tersebut yaitu : guru, dosen, penyulung, pembimbing.
Hambatan-hambatan yang terjadi dalam pengembangan teknologi komunikasi pendidikan dipengaruhi aspek internal dan juga aspek eksternal, dan pada aspek internal yaitu ada beberapa faktor:
Hambatan pada sumber yaitu komunikator/guru
- Hambatan kejiwaan/psikologis yaitu simpati, ketidak senangan, benci
- Hambatan bahasa yaitu gangguan sematik yang berhubungan digunakan arti kata salah (bahasa/kata-kata yang belum dipahami)
- Perbedaan pengalaman yaitu gangguan pada masalah kehidupan (penyampaian dari komunikator apa yang disampaikannya tentu tidak sebaik mereka yang mempunyai keahlian yang baik (kecongkakan, kurang motivasi, kurang pergaulan)
- Hambatan pada media/alat komunikasi
- Hambatan/gangguan pada saluran terjadi karena adanya ketidakberesan pada saluran komunikasi atau pada suasana sekitar berlangsungnya proses komunikasi dalam pendidikan
Misalnya gangguan suara, tidak jelas/sakah teknis, gambar tidak jelas, dan lain-lain.
- Hambatan pada komunikan terjadi pada pihak komuniktor atau pengajar dan media/saluran tetapi pihak sasaran pun bisa berpeluang untuk menghambat bahkan kemungkinan lebih besar dari yang lain (timbul kecurigaan) (menurut Cawley, 1982)
Secara umumnya; Hambatan dalam komunikasi yang ditemui dalam proses belajar mengajar antara lain:
1. Verbalisme, dimana guru menerangkan pelajaran hanya melalui kata-kata secara lisan (anak didik pasif)
2. Perhatian yang bercabang yaitu perhatian murid tidak terpusat pada informasi yang disampaikan guru, tetapi bercabang perhatian lainnya.
3. Kekacauan penafsiran, terjadi disebabkan adanya tangkap murid sehingga sering terjadi istilah-istilah yang sama diartikan berbeda-beda.
4. Tidaka adanya tanggapan, yaitu murid-murid tidak merespon aktif apa yang disampiakan oleh guru, sehingga tidak terebntuk sikap yang diperlukan. Disini proses pemikiran tidak terbentuk sebagaimana mestinya.
5. Kurang perhatian, disebabkan prosedur dan metode pengajaran kurang bervariasi, sehingga penyampaian informasi yang “monoton’ emnyebabkan kebosanan murid
6. Kaadaan fisik dan lingkungan yang mengganggu, misal obyek nyg terlalu besar atau terlalu kecil, gerakan yang terlalu cepat atau terlalu lambat,dan obyek yang terlalu kompleks serta konsep yang terlalu luas,sehingga menyebapkan tanggapan murit menjadi mengambang.
7. Sipat pasip anak didik yaitu tidak bergairahnya siswa dalam mengikuti pelajaran disebapan kesalahan memilih teknik komunikasi dalam pendidikan/ pengajarannya.
Untuk mengatasi hambatan di atas ada beberapa pelancar komunikasi, memperlancar itu dengan halnya:
1. Kepercayaan/kredibilitas.
2. Kewenangan yang adil.
3. Kewibawaan.
4. Kondisi tehnik yang baik.
5. Penguasaan sematik/bahasa yang baik.
6. Status sosial seseorang guru yang baik dan profesional.
7. Menghindari lambang-lambang yang belum di pahami oleh
penerima pesan.
8. Penyajian yang di persiapkan secara mantap.
9. Usaha untuk mengatasi ferbalisme ialah penggunaan media sec
secara terinterigrasi dalam proses belajar mengajar, karena
fungsi media dalam kegiatan tersebut disamping sebagai
penyaji, stimulus informasi, sikap dan lain-lain, untuk
meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi.
Manfaat teknologi komunikasi dalam pendidikan. Masuknya teknologi komunikasi pendidikan dalam garis besarnya akan mempengaruhi strategi pengembangan kurikulum pola interaksi pendidikan dan lahirlah berbagai bentuk lembaga pendidikan, dalam hal ini media mempunyai peranan penting yang di laksanakan secara menyeluruh yaitu:
1. Sumber media berupa orang saja ( kebanyakan terjadi pada madrasah sekarang ini) dalam pola interaksi ini guru kelas memegang penuh kendali atas berlangsungnya pengajaran dan bahkan pendidikan.
2. Sumber berupa orang yang di bantu oleh sumber lain, maka guru masih
memegang kontrol hanya saja tidak mutlak, karena dia dibantu oleh sumber lain.
3. Sumber orang bersama sumber lain berdasarkan suatu pembagian tanggung jawab (terdapat kontrol bersama) misalnya media mengontrol penyajian informasi serta efektifitas penerimaan pesan sedang guru kelas mengontrol disiplin dan kegairahan belajar.
4. Sumber lain/ media tanpa sumber berupa orang, keadaan ini terjadi dalam suatu pembelajaran melalui media, tetapi pelu diingat bahwa media tidaklah mendidik, media dipakai oleh guru untuk mencapai pengembangan anak didik. Berbagai bentuk lembaga pendidikan dapat lahir sebagai pengaruh tekkom, kelembagaan sistem belajar jarak jauh(BJJ) misalnya : merupakan suatu bentuk kelembagaan baru dibanding dengan bentuk yang sudah kita kenal semula. Pertumbuhan ke arah bentuk baru, secara teoritis dapat menuju ke arah terciptanya suatu ”jaringan belajar” (tearning network) yang tidak lagi merupakan suatu lembaga pendidikan, melainkan suatu suasana dimana sumber belajar dalam arti luas, tersedia untuk siapa saja yang mempunyai hasrat belajar. Pemanfaatan tekkom yang tampak secara nyata yaitu media/ alat. Media ini tidak terbatas pada yang dipersiapkan oleh guru kelas sendiri, melainkan yang lebih penting dipersiapkan oleh tiem pembelajaran yang terdiri ahli-ahli dalam bidangnya masing-masing pengajar .
Di lihat dari segi penggunaan media ada tiga kecenderungan untuk penggunaan media yaitu:
a. Dipakai secara massa yang meliputi radio, televisi, teleblackboard.
b. Dipakai dalam kelakuan, baik kecil maupun besar seperti:proyektor film
bingkai, overhead , kaset video, kaset suara.
c. Dipakai secara individual seperti mesin belajar misalnya komputer.
Kecenderungan/manfaat pendayagunaan telkom pada saat ini meliputi
5 kebutuhan sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu pelajaran secara langsung
2. Melatih, menatar guru
3. Memperluas jangkauan madrasah
4. Pendidikan dasar dan buta huruf
5. Pendidikan orang dewasa dan pembangunan masyarakat
Dalam dunia pendidikan teknologi komunikasi itu sedemikian penting peranannya dalam proses pendidikan dan belajar mengajar, karena itu efektivitasnya harus menjadi perhatian serius para praktisi pendidikan terutama guru. Agar proses komunikasi lebih efktif dan dengan demikian tujuan pendidikan tercapai secara optimal. Dan alat komunikasi juga penting sebagai pelengkap untuk mencapai pengembangan intelektual dan kreativitas anak didik dan hanya media yang akan mengontrol penyajian informasi bagi anak didiknya pula dan guru juga sebagai sumber sentral agar dapat memberi suatu pengetahuannya.
Memperhatikan berbagai kenyataan di atas maka penulis berpendapat bahwa pendidikan agama juga sudah saatnya untuk memanfaatkan erbagai media yang telah ada. Penggunaan media pembelajaran bagaimanapun canggihnya tentunya tidak akan berarti banyak apabila tidak ditunjang dengan kecakapan guru dan perencanaan guru dengan baik. Maka guru agama dalam perspektif ke depan juga dituntut untuk mengenal bahkan harus mampu mengoperasiolakan produk-produk teknologi yang dapat dijadikan sebagai media dalam pembelajaran sperti computer dan alat bantu audio visual lainnya.
Akan tetapi bagaimanapun canggihnya media pembelajaran tentu saja tidak mampu menggantikan figure guru. Figur guru yang arif, bijaksana, lembut dan penuh kasih saying dalam menyampaikan materi pelajaran.Guru yang demikian mampu menyemtuh qalbu anak didiknya sehingga akan meninggalkan kesan yang sangat mendalam bahkan sampai jauh setelah anak didiknya menamatkan pendidikannya. Benarlah apa yang dikatakan oleh Al-Ghazali bahwa inti dari endidikan adalah menajamkan qalbu. Dengan kata lain yang menjadi sasaran dalam pendidikan adalah hati selain rasio. Dalam konteks ini tentunya hubungan batin antara guru dan murid santalah penting. Hubungan batin ini akan tercipta dengan sendirinya manakala adanya keikhlasan anatara keduanya. Guru yang ikhlas memberikan ilmunya atau memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengembangkan segala potensinya dan siswa mau menerima secara ikhlas (siap secara psikis) menerima bimbingan dan arahan dari guru.

Kesimpulan
Keberhasilan Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran penting di sekolah baik pada jenjang pendidikan dasar maupun pendidikan menengah terlebih pada madrasah yang menjadikan islam sebagai cirri khasnya sangat dipengaruhi oleh strategi pembelajaran yang dilakukan guru. Selain penggunaan multi metode dalam proses pembelajaran, guru agama saat ini juga harus memanfaatkan berbagai media yang saat ini telah tersedia dalam berbagai bentuk dan jenisnya di pasaran, mulai dari yang jenis dan bentuknya sederhana sampai kepada multimedia (berbasiskan computer).
Kreatifitas guru dalam proses pembelajaran di kelas yakni menggunakan multi metode, memanfaatkan dan memberdayakan media ditunjang dengan penciptaan suasanan religius di lingkungan sekolah dan keteladanan guru diharapkan mampu meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa.











DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, , Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Indonesia, Kencana, Jakarta : 2003

Ahmad Rofiq, Urgensi Pemanfaatan Media Pembelajaran Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Conciencia (Jurnal Pendidikan Islam), Bandung:2007

Asnawir, Media Pendidikan, Ciputat Pers, Jakarta : 2002.

Asnawir dkk, Media Pembelajaran, Cipta Pers, Jakarta, 2002.

Atho Mudzhar, Pengembangan Masyarakat Multikultural Indonesia dan Tantangan ke Depan, Makalah Lokakarya Nasional Pengembangan Jaringan dan Kerjasama Pondok Pesantren Se- Sumatra, Palembang:2005

Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2002.

Benni Agus Pribadi, Media Pendidikan, Universitas Terbuka, Jakarta: 1996.

Chabib Thoha, PBM-PAI di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 1998.

Dawit, M. Yusuf, Komunikasi pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung: 1990.

Deliar Noer & Iskandar Alisyahbana, Perubahan Pembaruan dan Kesadran menghadapi Abad ke 21, Dian Rakyat,Jakarta : 1993.

Fahmi Amhar, http://kalam.downloadfan.net Powered by Joomla! Generated: Diakses 26 February, 2009.

Ishak Abdulhak, Rancang Bangun Konsep Teknologi Pendidikan, Makalah Workshop Pengembangan Teknologi Pendidikan, SPS UPI, Bandung : 2006

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sejolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Rajawali Persa, Jakarta :2007.

Muhamad Maftuh Basyuni, Pendidikan Islam Berbasis Teknologi, Republika, Jakarta: 2009.

Muniir, Penggunaan Teknologi Multimedia Terhadap Motivasi Belajar Anak-anak Prasekolah dalam Pembelajaran Literasi, Jurnal Mibar Pendidikan Upi No 3, Bandung : 2003



Nana Sudjana, Media Pendidikan, Sinar Baru, Bandung: 1990.

Oemar Hamalik, Media Pendidikan, Citra ADitya Bakti, Jakarta 1989.

S. Nasution, Teknologi Pendidikan, Jemars, Bandung: 1983.

Sudarman Danim, Media Komunikasi Pendidikan, Bumi Akasara, Jakrta : 1995.

UURI Nomor 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, CV. Cemerlang,Jakarta 2004.

Yusuf Hadimiarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Kencana, Jakarta : 2004.

Zahara Idris, Dasar-Dasar Pendidikan, Angkasa Raya, Padang: 1981.